Like Water that Flows Constantly (by Marissa Haque Fawzi, 2004)


Reflections on the meaning of life: Marissa Haque
(Amidst the flood that hits Indonesia)

Bintaro, Jakarta, February 21, 2004


Water is the source of life.

It is very flexible and can easily adapt itself to anything.

If its course is blocked by a rock, then it will choose another one and continues flowing down towards its destination.

Water also behaves modesty, because it always flows to a lower place.

If the temperature rises, it evaporates, goes up to the sky and afterwards comes down again on the earth.

Water cleans everything; it floods the rice fields in the dry season; it cleans dust and makes the soil fertile.

According to a story, when the rain falls, thousands of angels come down with it.

But if the rains come down in torrents and continuously, like what is happening in the last few days in Indonesia, then there might be something wrong in the relations between men and water.

Water will become men’s friend if we treat it in s friendly way, but if we don’t do it, it will destroy us.In life, water is an indicator of the quality of men in the eyes of God the Almighty.

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004
FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

Sabtu, 15 Mei 2010

Berkaca pada Kejadian Luar Biasa di Banten: Tulisan Terakhir Marissa Haque Tahun 2006 di Radar Banten


Berdegup kencang rasa hati ini, saat menyimak kasus gizi buruk di negeri zamrud katulistiwa ini. Dari data Pertemuan Nasional Penanggulangan Gizi Buruk, yang dilakukan Kementerian Koordinator Kesra. Lebak memiliki posisi istimewa 4 besar nasional, ditemukan 248 kasus gizi buruk pada tahun 2005. Pada 2006 angka ini tentu bertambah banyak. Membuat hati ini trenyuh saja, 60 tahun kita merdeka ternyata belum juga membebaskan diri dari penyakit zaman penjajahan dulu. Kabut suram ini tentu mengancam masa depan Banten yang berniat mengubah diri, menjadi provinsi maju sejahtera di masa depan, lantaran gcnerasi anaknya, kini terancam suram akibat kesalahan fokus pembangunan yang hanya mengejar fisik saja. Melupakan aspek kesehatan jasmani dan ruhani penduduk.
Di Lebak, juga ditemukan "Kejadian Luar Biasa" (KLB) merebaknya penyakit polio. Sementara di Kabupaten Tangerang, tahun berselang ada KLB muntaber, penderita mencapai angka 382, yang meninggal 13 orang. Sungguh ujian dari penguasa semesta jagad. Tenryata bila ditelusur pangkal musababnya, hanya karena penduduk yang tinggal di pantura ini tidak mampu, atau tidak memiliki budaya, jamban dalam rumah. Mereka yang memiliki jamban hanya 8,6 % saja dari total penduduk. Di sini telihat bahwa peran Dinas Kesehatan Kabupaten dan Provinsi amat lemah. Padahal tentu saga dana sosialiasi sanitasi rumah sehat ada, tetapi menguap entah ke mana. Perilaku korupsi tercium nyata di sini, dengan dampak yang luar biasa. Lalu, demi urusan per-jamban-an, pemerintah kabupaten menguyur dana sebesar Rp 5 milyar, khusus untuk urusan bilik hajat sehat. Terlambat memang, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali

Tentu saja, ke.jadian ini tidak melulu kesalahan Bupati dan jajarannya, tetapi pemprov juga memiliki andil yang amat besar. Sebagai pemegang otoritas Dati I, mestinya di dalam cetak biru pembangunan mengutamakan skctor kesehatan masyarakat. Demi lahirnya generasi andalan Banten. Intensifikasi Program Kota dan Kabupaten Sehat, harus segera dilakukan demi penyelamatan Banten ke depan..

Pangkal sebab musabab, ternyata berakar dari taraf hidup yang rendah, akibat kemiskinan, tingkat pendlidlikan yang rendah (rata-rata tamatan SD), rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat, dan kurangnya penyuluhan kesehatan khususnya pentingnya nilai kecukupan gizi bagi anak. Banyak sebab; tidak cuci tangan sebelurn makan, buang sampan dan ludah sembarangan, kebiasaan buang air besar di sungai yang juga tempat mandi dan cuci juga sumber air minum, kebiasaan minum air yang belum dimasak. .Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Tentu saja akibat minim atau tak adanya penyuluhan kesehatan bagi masyarakat.

Tak ada jalan lain, demi menghindari terjadinya KLB-KLB lain di belahan bumi Banten ini, pada tahun ini, dan tahun-tahun berikutnya, penting kiranya, Pemprov/Dati I secara terpadu dan terencana, bersinerji dengan elemen birokrasi di Dati II untuk membuat sistem early warning system, sistem kewaspadaan isyarat dini, yang dapat melacak adanya gizi buruk atau polio dan penyakit lainnya melalui penimbangan massal anak. Program-program yang di masa lalu eksis, dan terbukti memiliki korceasi dengan masa kini, seperti Posyandu, Polindes, PPKBD, BKB, UPPKS dan SKPG. Juga PMT (Peniberian Makanan Tambahan) dan suplemen di TK dan SD, mendesak dilakukan. Harus ada upaya nyata yang dapat dirasakan jutaan anak Banten hari ini. Sekali lagi bukan dengan spanduk dlan baliho yang hanya membuang uang rakyat saja, dengan kemaslahatan umum yang tidak jelas pertanggungajawaban.

Agar tidak logo, kader Posyandu, harus memiliki honor yang memadai, sehingga kaum ibu yang secara pribadi memiliki kepentingan menyelamatkan anak dan lingkungannya, mereka dapat diandalkan menjadi ,garda terkahir, benteng penjaga Banten dari KLB-KLB yang menyeramkan, sekaligus mempermalukan di pergaulan nasional. Lebih-lebih internasional. Wajah bening, pecahan mutiara Indonesia harus bersinar dari bumi yang berakhlakul karimah ini.

Mulai sekarang pesan-pesan pejabat jabat yang memiliki kewenangan dan kompetensi di ranah kesehatan harus benar-benar fokus untuk mengusir KLB dari Banten. Pesan ringan soal gizi seimbang "4 sehat 5 sempurna", bahwa ketika makan, sebaiknya menu, terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur mayur dan buah-buahan, plus susu. Harus disiramkan di benak 9 juta warga. Demi generasi Banten yang bernas, berbobot, dan tentu saja sehat. Semua bisa bcrjalan melalui revitalisasi Posyandu, program, kader, dan sistematika gerakannya hendaknya dilakukan secara terpadu, terarah, tepat sasaran dan efisien. Tidak melulu seremonial pejabat, tetapi benar-benar gerkan akar rumput yang global dan serentak.persoalan KLB-KLB ini sungguh amat mendesak dituntaskan.

Intensifikasi Program Kola dan Kabuapten Sehat dapat dilakukan, melalui sinergi dan pcningkatan ekonomi keluarga dalam rangka ketahanan pangan di tingkat keluarga dengan peningkatan kewirausahaan. Lalu menggalakkan kembali kegiatan kesatuan gerak PKK KB Kesehatan, manunggal TNI KB Kessehatan, Bulan Bhakti Bhayangkara, program Jum'at Bersih dan sebagainya. Perlu juga dilakukan penelitian dan pengembangan terhadap pola serang dan mewabahnya penyakit.

Selain itu sesuai tuntutan otonomi daerah, Pemda, Propinsi maupun Kabupaten/Kota menyediakan anggaran untuk menunjang kegiatan Posyandu dan PMT (melalui APBD), perlu komitmen politis instansi terkait kesehatan di semua tingkatan, harus ada insentif dan bantuan modal untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Pemprov juga harus rajin menilai dan memberi apresiasi kepala daerah yang berhasil membina Posyandu di wilayahnya. Dipersiapkan kader penggerak kesehatan terlatih yang didukung dana operasional cukup. Mengembangkan system deteksi dini KLB Kesehatan. Memasukkan Posyandu ke dalam system kesehatan desa. Adanya jaminan ketersediaan pangan tingkat keluarga. Pendidikan dasar tentang gizi seimbang di masyarakat baik melalui jalur formal dan informal . Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Perlu dana untuk penelitian penyakit. Pekan Kesehatan Provinsi. Juga peningkatan program samijaga/MCK melalui Departemen PU. Serta Pengembangan pola anak asuh bagi anak keluarga tak mampu

Sesungguhnya di provinsi terkaya nomer 6 se-Indonesia ini, bila tak ada Korupsi! Baik itu korupsi data (gizi buruk, polio, demam berdarah, d1l), korupsi kewenangan para pemutus kebijakan, korupsi waktu bagi para penggerak di lapangan. Generasi Banten yang sehat, unggul, bijak lestari, Insya Allah ngejawantah. Korupsi telah menjadi virus mental yang menggerogoti anak negeri, di belahan bumi yang elok dan cantik. Mari kita sikat korupsi, secara bersama, elegan, melalui mekanisme hukum agar tak ada KLB-KLB yang mengiris hati ini lagi. Penderitaan wong cilik sudah cukup sampai di sini. Bila tak ada rasa takut di hati lagi, entah azab Allah apa lagi yang akan turun di bumi yang kita cintai ini.

Merdeka!

Belajar Membuat Model Antisipasi Bencana di IPB: Marissa Haque Fawzi di Radar Banten 2006

Global Climate Change Indonesia
Setiap awan mulai pekat menjadi mendung kehitaman, saat guruh mulai sahut menyahut dan silau kilap petir saling menyambung, saat itu juga ketengadah kepala kea rah langit seraya mengucap mohon ampun serta doa tolak bala untuk seluruh eilayah penjuru Banten dan Indonesia, akan kemungkinan terjadinya bencana alam lagi di wilayah ini. Melalui sebuah kontemplasi yang dalam ketika membaca QS Ali Imran ayat 190-191, di dalamnya diberi penjelasan tentang penegasn terhadap fenomena alam sebagai aspek yang harus dimaknai manusia secara bijak. Surat dalam Al Quran ini m’menyentil’ pikiran kritis dan hati saya. Rasanya seakan menjadi sia-sia menjadi mahasiswa kelas Doktor (S3) pada Program Studi Lingkungan (PSL) di Institut Pertanian Bogor (IPB) bilamana saya tak mampu untuk turut nyaring menggaungkan peran besar seluruh warga Banten dan Indonesia untuk mau dan mampu terlibat di dalam pembangunan sekaligus mengawasi kondisi lingkungan hidup di wilayah kita tercinta dengan berbasis pada konsep sustainable development (Pembangunan Berkelanjutan/Berwawasan Lingkungan Hidup) dan Early Warning System yang wajib diketahui oleh seluruh warga Negara Indonesia, khususnya Banten

Lebak bagian selatan hari ini masih terus menangis. Saat pertama terjadinya bencana angin puting beliung yang saya baca melalui internet di Kampung Cigalempong, Desa Nameng Kecamatan Rangkasbitung. Dan mengetahui tiga pesantren di daerah itu – Ponpes Al Alifiah, Ponses Al Bayan, dan Ponpes Al Irfan – hancur diterjang angina putting beliung dan hujan deras. Langsung terbayang di benak wajah Bupati Lebak Pak Mulyadi Jayabaya, istri beliau dan Vi Jayabaya – sang gadius yang baru saja lulus sebagai Master dari Fakultas Pasca Sarjana bidang akuntansi dari Universitas Trisakti Jakarta. Walau kejadian ini tiba-tiba sempat menghambat arus lalu lintas ruas jalan raya Rangkasbitung-Cikande dan alur Kereta api Rangkasbitung, Jakrta, saya masih bersyukur bahwa tidak ada korban jatuh dalam cobaan ini Juga ketika warga setempat sempat dibuat panic dan prihatin akan bencana tersebut. Ada catatan kecil di benak ketika menelepon Pak Bupati Jayabaya dan mendengar aura suara yang walau berintonsasi sangat berat-prihatin namun beraura tegar-cerdas-tangkas. Ada setitik rasa lega dan kagum atas inisiatif spontan yang beliau lakukan. Langkah strategis awal telah dilakukan dengan baik. Bantuan logistic dan Pemprov langsung diturunkan. Publikasi dibuat sangat informative serta baik terkemas. Sebagai upaya antara, kita semua boleh menarik nafas lega. Tapi ibarat memangkas pohon pisang tanpa membuang akarnya, permasalahan sesungguhnya belumlah akan selesai. Wajib banyak yang harus kita pelajari secara holistic (menyeluruh), yaitu Global Cimmlate Chane (Perubahan Iklim Global) yang di Indonesia belum bergaung keras, apalagi di Banten. Padahal dunia di luar Indonesia, sudah diberikan pembelajaran gratis bagi seluruh warga negaranya terhadap Early Warning System (sistem peringatan dini) atas kemungkinan terjadinya perihal bencana serupa di seluruh sudut wilayah pantai di seluruh dunia dan pembangunan yang berbasis sustainable development. Dan wilayah Banten yang memiliki panjang total pantai hampir mencapai 573 kilometer wilayah panjang pantai yang sangat signifikan berpotensi terhadap bencana angin putting beliung – harus memiliki antisipasi dan kesiap-siagaan dalam menghadapi beribu bencana yang sangat mungkin mampir dalam kehidupan kita. Cobalah perhatikan curah hujan tinggi yang setiap hari belakangan mulai terus terjadi.

Pelajari musim yang mulai bergeser dari jadwal tahunan normal seperti yang biasa kita kenal. Maka bila kita semua tidak segera bertindak dengan cepat dan cerdas mengantisipasi kemungkinan ini semua saya khawatir hanya pennyesalan yang akan kita dapatkan - oleh karena tak serius melakukan persiapan.

Angin puling beliung dan debit curah hujan yang tak normal tidaklah terjadi dengan sendirinya. la adalah buah dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia yang menghasilkan lubang besar di lapisan ozon, di samping juga karena efek gas rumah kaca, meningkatnya emisi gas-gas beracun (antara lain yang paling banyak CO2/70%), pembabatan hutan secara massif di Amerika Latin dan Indonesia (penebangan liar /illegal logging yang mengabaikan sustainable development). Emisi yang diproduksi kawasan industri dunia ini juga berkurangnya pusat paru¬-paru dunia di kantong hutan-hutan tropis dunia, mencairnya es dikutub utara yang lelehannya membuat level air laut dunia meninggi, ketika industri maju dan manusia berkembang sesuai dengan zamannya, maka manusia dan dunia bermetamorphosa seperti kupu-kupu – berjalan berkembang dari awal zaman batu dengan hidup di goa-goa menuju zaman besi yang hanya mampu berburu hewan liar, melewati zaman pertanian dengan memasak memakai api dan membuat tembikar, terhenti sejenak di zaman industri, dan belakangan sampailah pada zaman teknologi informasi.

Hubungan manusia dcngan lingkungannya berbanding tegak lurus di dalam Kuva Kuznets -antara kerusakan dan pendapatan dalam nilai ekonomi. Simbiosis dengan alam, periode "mastery" terhadap alam, menuju material growth (output dan growth/efisiensi ekonomi). Dampak material growth ini adalah terhadap negara industri maju dan negara berkembang. Terjadi eksploitasi besar-besaran di tahun 1980-an yang biasa disebut sebagai the Lost Decade. Krisis hutan di Amerika Latin, peningkatan arus pengungsi, peningkatan jumlah penduduk, penipisan lapisan ozon, serta bencana Bhopal, Chernobil, dan Minamata di Jepang. Maka pada tahun 1983 WCED (Komisi Brundtland) memberikan respon terhadap degradasi lingkungan dan ekonomi ini, sehingga pada tahun 1987 terciptalah sebuah konsensus yang mengusung jargon Our Common Future dan Sustainable Development yang bermaknakan development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Pembangunan berkelanjutan mewajibkan: 1. Peningkatan kualitas hidup secara kontinyu, 2. Penggunaan sumberdaya alam pada intensitas rendah, 3. Meninggalkan sumberdaya alam yang baik bagi generasi yang akan datang.

Beberapa teknik pendekatan (approaches) Sustuinable Develeopment ada tiga. Pertama, pengenalan Pendekatan Lingkungan Hidup kepada masyarakat dimulai dengan pertama: a). Mengajarkan mereka untuk menjaga kelenturan sistem biology dan fisik terhadap perubahan yang mungkin terjadi, b). Mengajak masyarakat menjaga kelenturan dan kapasitas dinamis sistem Ekologi untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan konservasi yang statis. Kedua, pendekatan ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara mengajarkan: a). Konsep aliran pendapatan dengan modal terjaga, b). Kriteria optimal dan efisiensi ekonomi, c). Masalah valuasi ekonomi terhadap sumberdaya ekologi. Terakhir, Pendekatan Sosial yang dapat diajarkan melalui cara: a). People oriented (partisipasi dan keragaman), b). Menjaga kelenturan sistim dan budaya, c). Keadilan (equty), d). Pencegahan konflik, e). Mengakomodasi keragaman dan partisipasi dalam pembuatan keputusan.

Jangan terlambat melakukan antisipasi. Kita semua tanpa terkecuali jangan pernah mau terjebak dalam aliran konflik horizontal semisal melakukan intrik politik hanya untuk politik belaka, berfikir sekedar jegal-menjegal dalam kaitan merebut kekuasaan dengan cara tidak halal, sehingga melupakan hal yang paling esensil dalam memberikan pembekalan kepada rakyat Banten dalam mempertahankan hidupnya dari ancaman bencana alam dan lingkungan hidup. Banyak hal yang harus dipikirkan secara kontemplatif, yang tak cukup hanya sekedar bagi-bagi beras dan obat-obatan setelah bencana datang dan menganggap setelah itu, masalah menjadi beres dengan sendirinya. Berpikir serta bertindak secara parsial seperti masa lalu itu, per hari ini suclah menjadi obsolete (usang). Sudah wajib ditinggalkan. Harus pro-aktif melakukan terobosan modern. Tak cukup rasanya bila kita semua bersemunyi di balik kata: "Biasanya dulu..." Lakukan terobosan yang cerdas, dekati teknologi mutakhir yang tak selamanya berharga mahal. Mencegah terjadinya bencana alam adalah lebih baik dan juga lebih murah. Buka buku, buka internet, baca ... dan baca ... ber-iqro-lah kita semua. Jangan malu bertanya kepada ahlinya. Bergurulah dengan para scholars (ilmuwan/akademisi). Bangun masyarakat yang berbasis pada Knowlede Base Society. Rakyat akan menjadi scmakin cerdas, kritis, yang pada akhimya mampu menunjang kinerja positif Pemda setempat, karea pada dasarnya setiap manusia dikaruniai Allah kemamuan bertahan diri dan sekaligus beradaptasi. Banyak hal di sekeliling Banten yang sesungguhnya telah berahad usia menjadi guru kearifan tradisional yang sekarang mulal terpinggirkan/terlupakan. Tengokkan wajah kita pada kearifan tradisonal masyarakat Baduy-Dalam. Pelajari filosofi kearifan lokal mereka yang sangat indah itu. bukalah Al. Quran Surat Ar Ra’d (Guruh) ayat I I yang bercerita tentang kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa yang tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Dikatan di dalamnya: "... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri..."

Karena itu bangkitlah para saudara dan saudari Bantenku. Jadilah peserta aktif dalam penyelamatan lingkungan hidup dlan masyarakat di Banten ini. Pelajari sekaligus kearifan lokal masyarakat asli Baduy-Dalam. Ambil inisiatif pembelajaran klasik mereka di dalamnya. Bukalah kitab suci anda semua, temui kebenaran di dalamnya. Maka ketika ‘anak-anak pohon pisang' bencana tadi datang, is segera tumbuh lagi dengan cepat, tak semakn banyak dan subur, tak memakan korban yang banyak, karena kita semua telah siap menghadapinya berdasarkan ilmu Allah yang telah kita serap sehagian untuk menghalaunya. Jadilah bangsa yang mau bela.jar dari kesalahan masa lampau. Bacalah kisah-kisah para sahabat para rasul dan bersegeralah terapkan di tanah Banton kita tercinta ini. Mari kita buktikan bersama apa yang tertulis di dalam QS Ar¬ Ra'ad ayat 11. Jadilah para Kekasih Allah sejati.

Allahu Akbar, Merdeka!

Bila Dapat Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit: Marissa Haque Fawzi untuk Radar Banten (2005)


Seorang produser film animasi (kartun) transnasional pernah mengeluh kepada saya akan rendahnya produktivitas pembuat komik Indonesia dibandingkan dengan Jepang. Di negeri sakura itu, para dewi-dewi Manga – aliran komik khas Jepang yang membanjiri imajinasi anak-anak dunia, termasuk Indonesia. Para kartunis Manga ini dapat menghasilkan 750 gambar dalam satu bulan kerja. Sementara di tanah air, komikus lokal paling bisa menghasilkan antara 250-400 gambar saja. Padahal dari segi teknis menggambar, komikus kita tidak kalah bagus dlan kreatif. Hanya saja saya melihat mereka lemah etos kerja serta minim produktivitas. "Bagaimana kita bisa bersaing?" ujar mereka prihatin. "Wong nggak ada support sama sekali dari pemerintah," begitu selalu nada koor yang terdengar.

Masalah ini seolah tudengar sepele. Namun dalam kenyataannya tidaklah sesederhana demikian. Masalah buruknya kinerja para profesional di tanah air berada pada layer multi disiplin sektor pembangunan. Sudah tidak terbilang rasa `sesak nafas' alias sedih dan malu akan hal ini. Lambatnya Indonesia keluar dari multi krisis ekonomi dibanding Negara tetangga seperti Malaysia dan Korea, sebenarnya lebih dikarenakan factor mental-budaya penduduknya. Mindset problem kata para professor Amerikaku.

Semoga saja ini bukan karena kruntuhan mental dari negeri yang terjajah selama hampir tiga setengah abad. Mari kita belajar dari negeri-negeri yang memiliki kehebatan di sektor ini. Tiga puluh tahun yang lalu Korea Selatan dan Ghana, memiliki indikator ekonomi yang nyaris sama. Sekarang kita lihat negeri ginseng itu maju begitu pesat, acapkali disebut salah satu enipat macan Asia. Sementara Ghana masih terpuruk jauh, tercecer sebagai negeri miskin. Bila dilihat ternyata akarnya adalah masalah budaya dan pola pikir tadi. Di Korea Selatan etos kerja masyarakatnya begitu baik, siapa yang memiliki kompetisi yang baik dalam bekerja memiliki posisi amat terhormat didalam pergaulan masyarakatnya. Sementara di Ghana ciri tradisi masyarakat Afrika umumnya masih amat lekat.

Bagaimana dengan provinsi Banten? Terkait dengan masalah mindset tadi, bilamana kita tidak segera bebenah, maka dalam beberapa tahap pembangunan ke depan, akan tercecer dibanding puluhan provinsi lainnya. Hari ini kelambatan pembangunan gedung pemerintahan, dan segala kelengkapannya masih belum beres, dan relatif dapat dimaafkan. Namanya juga provinsi baru! Baru situ tahap saja. . "Baru lima tahun lho jadi provinsi," begitu selalu alasan klise yang lerdengar nicirmita rasa permisif.

Akan tetapi satu pelita ke depan juga pelita berikutnya akan segera terlihat, betapa akan tertinggalnya kita dibanding provinsi tetangga lainnya di Indonesia. Mengapa dapat demikian? Tentu saja banyak dari kita mengetahui bahwa bangsa kita sangat senang berhutang atau menghambur-hambuirkan APBD.

Hasilnya? Tidak kun.jung membangun ekonomi rill. Terlebih karena bangasa kita lebih mengutamakan ekonomi rente. Ini mencerminkan bubbling-ethos yang ingin cepat kaya tanpa mau kerja keras yang riel. Kemudian lihat di birokrasinya mulai dari tahap rekrutmen pamongpraja, sampai kenaikan jabatan acapkali dipenuhi suapan atau sogokan. Hal ini memperlhatkan etos yang mengutamakan jabatan demi uang dan kekuasaan daripada prestasi dan pelayanan publik.

Tak kalah menyedihkan, marakriya kasus pembelian ijazah atau gelar palsu. Hal ini juga menunjukkan indikasi kebiasaan atau etos buruk yang tidak mau berkeringat tapi ingin tampak gagah-gagahan agar terlihat lebih hebat dari kondidi aslinya. Cerminan etos buruk yang menginginkan gelar tanpa kompetensi harus dibuang jauh-jauh bila Banten ingin memilih pemimpin yang mumpuni. Bila segala sesuatu dimulai dengan kebohongan, maka yang terjadi adalah `wajah' Banten yang kita semua lihat per hari ini.

Kondisi kita ini sangat kontras bila dibandingkan dengan rakyat Jepang terkait dengan gaya hidup serta budaya berpikirnya. Mereka memiliki ciri-ciri etos samurai sebagai berikut: bersikap benar dan bertanggung jawab, berani dan ksatria, murah hati juga mencintai, bersikap santun dan hormat, bersikap tulus sungguh-sungguh, menjaga harkat¬ martabat pun kehormatan, mengabdi pada bangsa. Luar biasa hebat mereka itu, sampai sekarang saya pribadi sedang berpikir keras, bagaimana agar dapat mengadopsi semua getaran ingin maju mereka dan mengimplementasikannya bagi rakyat Banten.

Tengoklah dalam sejarah-PD II kemarin. Meski kalah / bertekuk lutut, bahkan 2 kotanya dijatuhi bom nuklir — Hiroshima dan Nagasaki – yang dasyat hingga luluh lantak. Namun, dengan mengagumkan Jepang segera bangkit kemudian menjelma menjadi salah satu pilar eknomi Asia bahkan dunia. Etos kerja yang luar biasa ini sedikit banyak ditiru oleh Korea Selatan. Dan terlihat keduanya berpartner memimpin ekonomi Asia.

Kembali ke tanah air, kita masih saja berkutat pada etos bangsa yang buruk. Seperti disinyalir Mochtar Lubis dalam bukunya "Manusia Indonesia." Dikatakan disana: Masyarakat Indonesia cenderung munafik atau hipokrit alias suka berpura-pura lain di mulut lain di hati, serta enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam, berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati. Lebih mementingkan status daripada prestasi. Percaya takhayul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib. Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan.Plin-plan, juga teramat sangat/gampang terintimidasi. Kalaupun ada kelebiliannya hanya unsur artistik saja khususnya yang terkait / dckat dengan alam.

Duh… miris hati ini membaca petikan kata-kata Pak Mochtar Lubis tersebut. Bagaimana dapat memberikan kontribusi bagi pengubahan mental sebuah kaum di kawasan bumi Banten yang teramat luasi ni? Tidaklah semudah membalik tclapak tangan, harus ada keteladanan. Harus ada tokoh-tokoh baik yang muncul langsung memberi contoh konkrit ke permukaan. Tua atau muda tak masalah, yang penting memberi contoh perilaku yang baik sehingga memberi inspirasi bagi anak-anak mudanya untuk berubah. Mereka harus dapat memancang fondation yang kuat bagi struktur Banten yang baru. Banten yang `kinclong,' Banten yang bersinar. Perubahan itu harus dimulai dari dalam. Dari struktur qalbu terdalam seluruh insan di ranah Banten. Semua harus bersicepat, merevolusi diri bila tak ingin Banten tertinggal jauh.

Reformasi etos kerja itu sebaiknya dimulai dari lingkaran terdalam, yaitu dari kiprah kerja pamong praja pelayan rakyatnya. Semua hendaknya menyingsingkan lengan, menceburkan diri dalam pclayanan terbaik. Setiapkali bekerja, selalu mengedepankan niat mengubah pomeo lama: 'Kalau dapat dipersulit, kenapa harus dipermudah?' Nah, menyitir ucapan bijak Aa' Gym: Ubahlah sesuatu yang buruk di sekeliling kita, mulai dari diri kita, mulai hari ini, mulai dari hal yang terkecil. Semua dari kita pasti insya Allah mampu melakukannya. Selamat berjuang saudaraku sekalian.

Allahu Akbar, bersama kita merdeka!

Banten dalam Global Climate Change: Marissa Haque Fawzi dalam Radar Banten 2006

25 NOVEMBER 2005
RADAR BANTEN

Setiap awan mulai pekat menjadi mendung kehitaman, saat guruh mulai sahut menyahut dan silau kilap petir saling menyambung, saat itu juga ketengadah kepala kea rah langit seraya mengucap mohon ampun serta doa tolak bala untuk seluruh eilayah penjuru Banten dan Indonesia, akan kemungkinan terjadinya bencana alam lagi di wilayah ini. Melalui sebuah kontemplasi yang dalam ketika membaca QS Ali Imran ayat 190-191, di dalamnya diberi penjelasan tentang penegasn terhadap fenomena alam sebagai aspek yang harus dimaknai manusia secara bijak. Surat dalam Al Quran ini m’menyentil’ pikiran kritis dan hati saya. Rasanya seakan menjadi sia-sia menjadi mahasiswa kelas Doktor (S3) pada Program Studi Lingkungan (PSL) di Institut Pertanian Bogor (IPB) bilamana saya tak mampu untuk turut nyaring menggaungkan peran besar seluruh warga Banten dan Indonesia untuk mau dan mampu terlibat di dalam pembangunan sekaligus mengawasi kondisi lingkungan hidup di wilayah kita tercinta dengan berbasis pada konsep sustainable development (Pembangunan Berkelanjutan/Berwawasan Lingkungan Hidup) dan Early Warning System yang wajib diketahui oleh seluruh warga Negara Indonesia, khususnya Banten

Lebak bagian selatan hari ini masih terus menangis. Saat pertama terjadinya bencana angin puting beliung yang saya baca melalui internet di Kampung Cigalempong, Desa Nameng Kecamatan Rangkasbitung. Dan mengetahui tiga pesantren di daerah itu – Ponpes Al Alifiah, Ponses Al Bayan, dan Ponpes Al Irfan – hancur diterjang angina putting beliung dan hujan deras. Langsung terbayang di benak wajah Bupati Lebak Pak Mulyadi Jayabaya, istri beliau dan Vi Jayabaya – sang gadius yang baru saja lulus sebagai Master dari Fakultas Pasca Sarjana bidang akuntansi dari Universitas Trisakti Jakarta. Walau kejadian ini tiba-tiba sempat menghambat arus lalu lintas ruas jalan raya Rangkasbitung-Cikande dan alur Kereta api Rangkasbitung, Jakrta, saya masih bersyukur bahwa tidak ada korban jatuh dalam cobaan ini Juga ketika warga setempat sempat dibuat panic dan prihatin akan bencana tersebut. Ada catatan kecil di benak ketika menelepon Pak Bupati Jayabaya dan mendengar aura suara yang walau berintonsasi sangat berat-prihatin namun beraura tegar-cerdas-tangkas. Ada setitik rasa lega dan kagum atas inisiatif spontan yang beliau lakukan. Langkah strategis awal telah dilakukan dengan baik. Bantuan logistic dan Pemprov langsung diturunkan. Publikasi dibuat sangat informative serta baik terkemas. Sebagai upaya antara, kita semua boleh menarik nafas lega. Tapi ibarat memangkas pohon pisang tanpa membuang akarnya, permasalahan sesungguhnya belumlah akan selesai. Wajib banyak yang harus kita pelajari secara holistic (menyeluruh), yaitu Global Cimmlate Chane (Perubahan Iklim Global) yang di Indonesia belum bergaung keras, apalagi di Banten. Padahal dunia di luar Indonesia, sudah diberikan pembelajaran gratis bagi seluruh warga negaranya terhadap Early Warning System (sistem peringatan dini) atas kemungkinan terjadinya perihal bencana serupa di seluruh sudut wilayah pantai di seluruh dunia dan pembangunan yang berbasis sustainable development. Dan wilayah Banten yang memiliki panjang total pantai hampir mencapai 573 kilometer wilayah panjang pantai yang sangat signifikan berpotensi terhadap bencana angin putting beliung – harus memiliki antisipasi dan kesiap-siagaan dalam menghadapi beribu bencana yang sangat mungkin mampir dalam kehidupan kita. Cobalah perhatikan curah hujan tinggi yang setiap hari belakangan mulai terus terjadi.

Pelajari musim yang mulai bergeser dari jadwal tahunan normal seperti yang biasa kita kenal. Maka bila kita semua tidak segera bertindak dengan cepat dan cerdas mengantisipasi kemungkinan ini semua saya khawatir hanya pennyesalan yang akan kita dapatkan - oleh karena tak serius melakukan persiapan.

Angin puling beliung dan debit curah hujan yang tak normal tidaklah terjadi dengan sendirinya. la adalah buah dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia yang menghasilkan lubang besar di lapisan ozon, di samping juga karena efek gas rumah kaca, meningkatnya emisi gas-gas beracun (antara lain yang paling banyak CO2/70%), pembabatan hutan secara massif di Amerika Latin dan Indonesia (penebangan liar /illegal logging yang mengabaikan sustainable development). Emisi yang diproduksi kawasan industri dunia ini juga berkurangnya pusat paru¬-paru dunia di kantong hutan-hutan tropis dunia, mencairnya es dikutub utara yang lelehannya membuat level air laut dunia meninggi, ketika industri maju dan manusia berkembang sesuai dengan zamannya, maka manusia dan dunia bermetamorphosa seperti kupu-kupu – berjalan berkembang dari awal zaman batu dengan hidup di goa-goa menuju zaman besi yang hanya mampu berburu hewan liar, melewati zaman pertanian dengan memasak memakai api dan membuat tembikar, terhenti sejenak di zaman industri, dan belakangan sampailah pada zaman teknologi informasi.

Hubungan manusia dcngan lingkungannya berbanding tegak lurus di dalam Kuva Kuznets -antara kerusakan dan pendapatan dalam nilai ekonomi. Simbiosis dengan alam, periode "mastery" terhadap alam, menuju material growth (output dan growth/efisiensi ekonomi). Dampak material growth ini adalah terhadap negara industri maju dan negara berkembang. Terjadi eksploitasi besar-besaran di tahun 1980-an yang biasa disebut sebagai the Lost Decade. Krisis hutan di Amerika Latin, peningkatan arus pengungsi, peningkatan jumlah penduduk, penipisan lapisan ozon, serta bencana Bhopal, Chernobil, dan Minamata di Jepang. Maka pada tahun 1983 WCED (Komisi Brundtland) memberikan respon terhadap degradasi lingkungan dan ekonomi ini, sehingga pada tahun 1987 terciptalah sebuah konsensus yang mengusung jargon Our Common Future dan Sustainable Development yang bermaknakan development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Pembangunan berkelanjutan mewajibkan: 1. Peningkatan kualitas hidup secara kontinyu, 2. Penggunaan sumberdaya alam pada intensitas rendah, 3. Meninggalkan sumberdaya alam yang baik bagi generasi yang akan datang.

Beberapa teknik pendekatan (approaches) Sustuinable Develeopment ada tiga. Pertama, pengenalan Pendekatan Lingkungan Hidup kepada masyarakat dimulai dengan pertama: a). Mengajarkan mereka untuk menjaga kelenturan sistem biology dan fisik terhadap perubahan yang mungkin terjadi, b). Mengajak masyarakat menjaga kelenturan dan kapasitas dinamis sistem Ekologi untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan konservasi yang statis. Kedua, pendekatan ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara mengajarkan: a). Konsep aliran pendapatan dengan modal terjaga, b). Kriteria optimal dan efisiensi ekonomi, c). Masalah valuasi ekonomi terhadap sumberdaya ekologi. Terakhir, Pendekatan Sosial yang dapat diajarkan melalui cara: a). People oriented (partisipasi dan keragaman), b). Menjaga kelenturan sistim dan budaya, c). Keadilan (equty), d). Pencegahan konflik, e). Mengakomodasi keragaman dan partisipasi dalam pembuatan keputusan.

Jangan terlambat melakukan antisipasi. Kita semua tanpa terkecuali jangan pernah mau terjebak dalam aliran konflik horizontal semisal melakukan intrik politik hanya untuk politik belaka, berfikir sekedar jegal-menjegal dalam kaitan merebut kekuasaan dengan cara tidak halal, sehingga melupakan hal yang paling esensil dalam memberikan pembekalan kepada rakyat Banten dalam mempertahankan hidupnya dari ancaman bencana alam dan lingkungan hidup. Banyak hal yang harus dipikirkan secara kontemplatif, yang tak cukup hanya sekedar bagi-bagi beras dan obat-obatan setelah bencana datang dan menganggap setelah itu, masalah menjadi beres dengan sendirinya. Berpikir serta bertindak secara parsial seperti masa lalu itu, per hari ini suclah menjadi obsolete (usang). Sudah wajib ditinggalkan. Harus pro-aktif melakukan terobosan modern. Tak cukup rasanya bila kita semua bersemunyi di balik kata: "Biasanya dulu..." Lakukan terobosan yang cerdas, dekati teknologi mutakhir yang tak selamanya berharga mahal. Mencegah terjadinya bencana alam adalah lebih baik dan juga lebih murah. Buka buku, buka internet, baca ... dan baca ... ber-iqro-lah kita semua. Jangan malu bertanya kepada ahlinya. Bergurulah dengan para scholars (ilmuwan/akademisi). Bangun masyarakat yang berbasis pada Knowlede Base Society. Rakyat akan menjadi scmakin cerdas, kritis, yang pada akhimya mampu menunjang kinerja positif Pemda setempat, karea pada dasarnya setiap manusia dikaruniai Allah kemamuan bertahan diri dan sekaligus beradaptasi. Banyak hal di sekeliling Banten yang sesungguhnya telah berahad usia menjadi guru kearifan tradisional yang sekarang mulal terpinggirkan/terlupakan. Tengokkan wajah kita pada kearifan tradisonal masyarakat Baduy-Dalam. Pelajari filosofi kearifan lokal mereka yang sangat indah itu. bukalah Al. Quran Surat Ar Ra’d (Guruh) ayat I I yang bercerita tentang kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa yang tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Dikatan di dalamnya: "... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri..."

Karena itu bangkitlah para saudara dan saudari Bantenku. Jadilah peserta aktif dalam penyelamatan lingkungan hidup dlan masyarakat di Banten ini. Pelajari sekaligus kearifan lokal masyarakat asli Baduy-Dalam. Ambil inisiatif pembelajaran klasik mereka di dalamnya. Bukalah kitab suci anda semua, temui kebenaran di dalamnya. Maka ketika ‘anak-anak pohon pisang' bencana tadi datang, is segera tumbuh lagi dengan cepat, tak semakn banyak dan subur, tak memakan korban yang banyak, karena kita semua telah siap menghadapinya berdasarkan ilmu Allah yang telah kita serap sehagian untuk menghalaunya. Jadilah bangsa yang mau bela.jar dari kesalahan masa lampau. Bacalah kisah-kisah para sahabat para rasul dan bersegeralah terapkan di tanah Banton kita tercinta ini. Mari kita buktikan bersama apa yang tertulis di dalam QS Ar¬ Ra'ad ayat 11. Jadilah para Kekasih Allah sejati.

Allahu Akbar, Merdeka!

Baiffest: Film sebagai Science (Tulisan Marissa Haque Fawzi di Radar Banten pada 2006)


Seharian kemarin di hari Minggu tanggal 19 Desember 2005, pada acara kebersamaan sekeluarga, Ikang, saya, dan anak-anak mengisinya dengan menghabiskan waktu secara sederhana namun mesra di TIM (Taman Ismail Marzuki), Cikini Raya, Jakarta Pusat. Menonton seluruh film yang disajikan (total lima judul non-Hollywood produksi mancanegara). Hari itu tepat hari terakhir penutupan Jiffest (Jakarta International Film Festival). Kami mulai menonton acara dari pukul 14.00 sampai pukul 24.00. Barangkali apa yang kami lakukan kemarin itu agak terlihat aneh bagi keluarga lain di Banten pada umumnya. Bahkan mungkin ada yang bertanya kok bisa-bisanya ada sebuah keluarga yang seluruh anggotanya sedemikian gandrung' terhadap film, seni, dan budaya. Tapi insya Allah bagi mereka yang sudah kenal siapa kami tidak akan merasa aneh bahkan faham, kenapa kami harus mempunyai apresiasi sedemikian tinggi terhadap dunia kesenian, khuisusnya pada bidang film.

Aktivitas kerja berkesenian sebenarnya tanpa terkecuali kita semua miliki. Bahkan tanpa sadar kita semua telah melakukannya dalamn kehidupan sehari-hari. Misalnya mulai dari seni berkomunikasi dengan pasangan hidup, seni melakukan pendampingan bela.jar pada anak di rumah, seni mengatur meja makan, seni merangkai bunga, seni merapikan dapur, dan lain-lain. Bahkan sampai seni menawar cabai di pasar. Akan tetapi saking luasnya wilayah cakupan ilmu kesenian ini, maka untuk lebih fokusnya pembahasan, pada kesempatan kali ini saya hanya akan memilih satu bidang/topik saja, yaitu bidang seni perfilman. Sesuai dengan oleh-oleh laporan pandangan mata selama perjalanan hari Minggu kemarin di TIM.

Ikang Fawzi (suamiku yang asli turunan Rangkas, Lebak), Isabella (putri pertama yang baru masuk semester pertania Fakultas Budaya Jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia), dan Chikita Fawzi (putri kcdua yang masih duduk di bangku terakhir SMUN 6 Bulungan Jakarta, yang menuruni bakat cinemalographyku) menikmati setiap sajian serta moral message yang disuguhkan oleh lima judul film yang kami tonton. Puluhan anak-anak ABG, sebagian orang-orang asing (anak-anakku menyebutnya orang bule), para pengamat/kritikus film Indonesia, para dosen IKJ, para. pekerja seni bidang lainnya, serta beberapa wartawan budaya lokal maupun internasional memenuhi lokasi acara penutupan tersebut. Di salah satu ruangan ada pula digelar pameran photography oleh Timur Angin putra seorang Pcngamat Seni/Photographer Seno Gumira Ajidharma. Yang mengharukan masih bertahan di sudut di sebelah kanan gedung Serba Guna salah satu tempat terfavorit keluarga kami bila sedang berkunjung ke TIM, yaitu sudut penjualan buku. bekas/langka. Di tempat inilah kami biasanya dapat menghabiskan waktu berjam-jam 'ngendon' dan menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk memborong buku-buku yang menarik hati/kami kebetulan perlukan. Khususnya buku tcntang kesenian yang tak banyak dengan mudah didapatkan di toko buku umum di Indonesia.

Sepanjang waktu di TIM kemarin ini,beankku menerawang jauh. Alangkah bahagianya bilamana di wilayah Banten kita tercinta, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi juga memiliki sebuah Gedung dan sarana kegiatan kesenian yang mirip dengan ini. Dibangun serta dikembangkan oleh para stake holders yang mengerti tentang betapa pentingnya seluruh warga Banten untuk memiliki wadah/sarana bagi pengasahan olah rasa, olah budi, olah ucap, olah pikir, dan pada akhirnya olah sikap yang pada akhirnya nanti akan melenturkan/melunakkan hati-hati yang 'kaku-kering' disebabkan karena kerasnya kehidupan Banten belakangan ini.

Kegiatan Jiffest dibidani oleh para dosen, pelajar, dan praktisi ilmu perfilman di Indonesia. Adalah Shanty Harmain dan teman asal Canadanya 'bernama Natacha Devillers yang mengusung di awal. Sampai setelah lima kaki diadakannya dalam jangka waktu lima tahun, Jiffest menjadi salah satu icon perkembangan komunitas film Jakarta juga sekaligus gambaran dari sebuah pemberontakan pecinta dunia pecinta film non-Hollywood/alternatif. Di mana film-film tersebut sangat sulit didapat di pasar normal oleh karena dianggap tidak punya pasar jelas atau unmarketable.

Kita semua tentunya sangat faham ketika kala itu film dianggap hanya komoditas, wabil khusus saat digunakan sebagai barter perdangan dengan industri tekstil kita di pertengahan tahun 1980 an. Film-film yang dianggap 'film beneran' adalah yang mengusung ideologi produksi ala Hollywood – crazyness, exitement, dan visual sexuality. Dan judul film harus selalu menunjuk kepada kata benda tunggal (he, she atau it), yang selalu pada endingnya hidup atau mati sang tokoh utama selalulah solve the problem. Warna-warna dalam adegan film selalu terang memikat, dan dalam lima menit pertama harus ada adegan menanjak yang kami namakan adegan jeng, jeng, jeng! Inilah resep pendekatan ala pasar yang ter-Hollywoodisasi yang dapat dengan mudah dengan memakai 'mata telanjang' dapat kita bedah, pelajari, bahkan mungkin kita adopsi pada saat yang tepat bila memang diperlukan. Di luar ini, pendekatan ala Eropa Timur yang juga banyak penggemarnya di luar Indonesia, dianggap `bukan' film. Ironi memang. Padahal banyak sekali ilmu dunia seperti sejarah dunia, berbagai filosofi, serta ideologi dunia lain yang dapat kita pelajari keberhasilan maupun kegagalan di dalamnya. Sehingga film bukan hanya sekedar konsumsi semata, seperti yang selama ini kita sikapi terhadap film Hollywood yang merajai dunia dan Indonesia, akan tetapi juga sebagai science. Sebuah bidang keilmuan yang sangat luas dan dalam, yang di dalamnya terdapat catatan sejarah, psikologi, ekonomi, politik yang merupakan ekstraksi dari kehidupan umat manusia.

Bila Erich Fromm (1997) mengatakan di dalam bukunya dalam Bahasa Indonesia yang berjudul Lari dari Kebebasan, "... perjuangan menuju kebebasan dari belenggu orang-orang yang mempertahankan hak-hak istimewanya, pasti ujung-ujungnya akan dilawan dengan penindasan." Maka kalau saat Jiffest diusung saat awal lalu adalah sebagai manifestasi pemberontakan atas statusquo kepemilikan Studio 21 saat dulu dengan dominasi produksi film Hollywoodnya, maka hari ini di Banten sesungguhnya perlawanan tidaklah harus se'ribet' saat para pengusung Jiffest saat lalu di Jakarta. Cukup kita ketuk hati para stake holders di Banten ini, bukti keberhasilan Jiffest sudah nyata, metode dan lain-lain yang terkait tinggal kita adopsi. Para penggerak tinggal kita undang untuk pengawalan/pendampingan program. Insya Allah mereka semua berkenan. Tinggal dukungan kuat dari para seniman dan pekerja seni Banten untuk membunyikannya secara terus-menerus mengenai pentingnya sarana tempat bekespresi yang layak serta tepat guna. Sehingga bila selama ini Banten hanya dikenal dengan wajah `angker' ala Jawaranya, di masa yang akan datang mendapat perimbanagn image yang lebih lentur serta manis-ramah-bersahabat. Dan wajah itu adalah wajah Banten baru, yang bersinar seni tinggi.

Tidak perlu memakai nama kota seperti misalnya Tangerang International Film Festival, atau Serang International Film Festival, cukup Banten International Film Festival yang kita singkat dengan Baiffest. Baiffest akan merupakan sinergi sehat dari enam wilayah kota dan kabupaten yang ada di sini. Sehingga menganulir dikotomi yang selama ini masih menggunung di banyak benak warga semisal kata-kata: Banten Utara, Banten Selatan, Banten Barat, atau Banten Timur. Karena Banten adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Mari kita bangun image Banten dengan segala potensi yang dimilikinya. Kita pakai kendaraan seni film untuk membuatnya menjadi populis. Jadi, ketika belum lama ini saya mendapatkan sepotong film dokumenter mengenai potensi budaya Lebak beserta buku mungil yang menyertai keterangannya, saya langsung melihatnya sebagai sebuah langkah awal positif yang dapat ditiru oleh lima wilayah lainnya di Banten dengan mengajak serta seluruh masyarakat Banten yang cinta seni. para pekerja seni ataupun masyarakat umum lainnya untuk terlibat aktif dalam perkembangan, promosi potensi wilayahnya. Bahkan di Pesantren La Tanzah di Lebak sebentar lagi akan mengadakan Film Club, subhanallah. Besar harapan saya bahwa La Tanzah akan menjadi contoh wadah bagi pengasahan Seni Film melalui kemampuan siswa dan guru sekaligus untuk memakainya sebagai sarana dakwah. Contohnya seperti film-film Iran pemenang kompetisi di Nantes dan Cannes International Film Festival di Perancis atau Sundance Film Festival di Amerika Serikat (Festival Film khusuz bagi para pembuat film Indie) yang berjudul antara lain: The Children of Paradise, The While Balloon, The Color of Pardis, dan lain sebagainya.

Tidak sulit kok belajar membuat film, mengupas filosofi dicdalamnya, serta belajar sejarah apapun yang terekam di dalamnya. Siapapun yang merasa tertarik mengatakan tidaklah terlalu berat mempelajarinya. Dengan demikian saya ingin bertanya dan mengajak, siapakah yang tertarik ingin bergabung bersama kami di dalamnya dan memakainya film sebagai kendaraan penyampaian ilmu pengetahuan bahkan dakwah Tauhid serta hal kebaikan lainnya? Di samping itu, mohon doakan juga secara bersarmaan bahwa tahun depan atau tahun depannya lagi Banten sudah dapat mengibarkai pesona cemerlangnya melalui Baiffest 2006 atau Baiffest 2007 – Banten International Film Festival – yang gaungnya akan smnipai pada belahan dunia setengah perjalanan bumi sebelah sana dari Indonesia. Kalau kota/provinsi lainnya di tanah air bisa, insya Allah alas izin Allah SWT Banten pun tak boleh ketinggalan. Juga harus bisa.

Allahu Akbar, Merdeka!

Radar Banten 2006 dalam Marissa Haque: Dari Eceng Gondok ke Pentas Dunia

Tak kenal maka tak sayang. Nah, bunga liar eceng gondok kerapkali dipandang sebelah mata. Cuma layak jadi pengisi rawa atau sungai yang tak terurus saja. Lihat saja sungai-sungai yang ada, lalu rawa seperti rawa Cipondoh, Tangerang, Banten, penuh disemaki eceng gondok yang banyaknya tidak ketulungan. Akibatnya air tidak bergerak, kadar oksigennya rendah, kualitas airnya menurun. Namun pesona Ungu, kembang eceng gondok di masa lalu telah mampu memukau Raja Thailand yang saat itu sedang bermuhibah ke Jawadwipa, bersilaturahmi dengan raja-raja di Pulau Surga ini. Mengambil benih belimbing, durian, jambe, dan aneka buah yang ditemui di pinggir hutan. Tak lupa jemari kukuh sang Raja, memetik bunga ungu eceng gondok. Keindahan bunga liar itu rupanya akan dipersembahkan kepada permaisuri di kaputren sana.

Namun eceng gondok punya hasrat lain. Daya hidupnya begitu kuat. Daya sebarnya luar biasa. Begitu disemai bumbuh di taman Keputren, eceng gondok segera menyebar ke sungai-sungai dan rawa sekitar istana, jadi momok hama yang sulit dibasmi. Rakyat pun kebingungan, karena keberadaannya yang begitu banyak, menghambat irigasi dan merepotkan pertanian warga Thailand. Namun, sang Raja tidak berdiam diri, segera dikirimnya tim ahli istana, untuk mempelajari tumbuhan baru eceng gondok yang begitu perkasa, juga bibit-bibit tanaman yang dibawa dari bumi jawa, termasuk Banten. Lambat laun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan. Maka didapatlah, tumbuhan unggul, seperti belimbing, jambu, pepaya, durian, berlabel “Bangkok”, yang memiliki rasa di atas rata-rata, bentuk besar, menarik, istimewa dan gampang dibudidayakan serta memiliki keseragaman rasa yang cukup terjaga. Di masa kini, Thailand dikenal sebagai pengekspor buah-buahan yang dominan. Demikian pun ‘hantu’ eceng gondok yang mengesalkan banyak warga di sana, justru sekarang jadi komoditas ramah ekspor. Menjadi bahan baku kerajinan tangan, souvenir yang tak terlupakan, tas, tikar, bantalan, alas, hiasan dinding, dan aneka macam kreativitas tangan yang memukau penduduk manca negara. Batang dan daun eceng gondok yang telah dikeringkan dan diproses demikian rupa, menjadi bahan mode yang laris manis.

Di Banten pun perkembangan liar eceng gondok, hadir di mana-mana. Bahkan di rawa Cipondoh, Tangerang. Rawa itu telah menjelma menjadi kerajaan eceng gondok. Seolah tak ada tangan yang mampu menyentuh dan mengarahkan arah tumbuhnya bagi kesejahteraan rakyat sekitarnya. Padahal tinggal dijemur, dikeringkan, diproses sedemikian rupa dengan tangan dan rasas yang memuja keindahan. Maka akan didapat tas tangan, alas piring, atau hiasan dinding yang berkelas dunia. Tentu harganya mahal. Rakyat untung, pemerintah mendapat devisa, dan lingkungan mendapat air yang hernih mengalir bebas eceng gondok.

Di luar kita berkaca pada Thailand yang sangat menghormati alam dan mengarahkan seluas-¬luasnya demi kemakmuran rakyat. Kita harus banyak belajar dari mereka, jika Banten ingin maju. Di dalam negeri kita bisa berkaca juga pada Jogja, yang dengan kesederhanaannya, minimnya sumber daya alam, padatnya penduduk. Menjadi surmber dari semacam 'pabrik' handycraft atau kerajinan tangan yang hasilnya diekspor kemana-mana, ke Bali, dan banyak ke luar negeri. Perekonomian Jogja, didorong oleh banyak hal, arus utamanya pariwisata. Landasan utamanya yang amat kuat dan fenomenal adalah 'pabrik rakyat' kerajinan tangan. Selain eceng gondok, ada akar bambu, batang bambu, ranting bambu, dan segala hal yang dimata kita hanya sekedar sampah, atau pohon pengisi semak saja. ternyata oleh tangan-tangan berbasis kerakyatan. Rakyat dimotivasi dengan alih teknologi. Pelatihan. Pengiriman misi-misi pengiriman ke Jogja, syukur ke Thailand sana. Belajar membuat produk yang bercita rasa dunia. Juga membuat pola desain produk terbaru. Dikembangkan dengan dengan balk. Maka akan didapat sinergi yang baik. Ketika pulang. Masing-masing kelompok pengrajin memiliki kewajiban untuk mengembangkan kerajinan tangan di daerahnya. Dengan supervisi yang baik dari Disperindagkopar, rasanya pertumbuhan itu akan cepat dicapai.

Segera saja, kita akan merasakan banyak keuntungan, dengan banyaknya angka penduduk, jumlah pengangguran yang tinggi, energinya bisa diarahkan untuk mcembuat kerajinan tangan, memenuhi pasar lokal sekaligus berorientasi ekspor. Apalagi bandara juga ada di Banten, jadi tidak ada alasan, orang Banten tidak mengkepsor hasil kerajinan tangannya. Ke negeri manca sana. Membentuk persahabatan abadi melalui kreativitas seni kecil yang bermutu tinggi. Agar kita segera merdeka dari kemiskinan dun keterbelakangan.

Merdeka!

Rindu Gus Dur dalam Filosofi Air: Marissa Haque Fawzi untuk Radar banten 2006

23 Januari 2006
RADAR BANTEN

Rindu Gus Dur dalam Filosofi Air

Air, hari-hari belakangan ini di Nusantara tercinta termasuk Banten menjadi momok yang tidak ramah bagi siapapun di mana banjir melanda rumah, pekarangan, serta lingkungan tempat tinggalnya. Siapapun yang berhadapan pasti sekarang sedang berdoa agar air yang berlebihan ini segera enyah dari pandangan serta hidup hidup mereka. Padahal hidup bersama air sangat mirip dengan hidup bersama api – saat masih kecil ia menjadi teman akan tetapi saat semakin besar serta tak mampu lagi dikendalikan ia akan menjadi musuh bersama.

Dan ketika pikiran ini flash back pada kejadian sekitar tiga tahun yang lalu, dalam sebuah perjalanan dari Jakarta melalui Detroit menuju Columbus, Ohio, AS di saat transit airport dan membuka internet gratis di sana. Ketika mencari berita terakhir dari tanah air, saat itu saya membaca berita banjir besar di tanah air. Persis seperti kejadian yang sekarang ini menimpa ranah Banten. Sedih hati saat itu, menginspirasi hati membuat sebuah puisi tentang air. Puisi itu menjadi semacam `mantra' selama tiga tahun belakangan ini yang kemudian tak terasa menjadi filosofi hidup. Terutama saat saya melangkah memasuki dunia politik setelahnya. Puisi tersebut bahkan sampai hari ini dapat dibaca secara mudah oleh umum di www,marissahaque.net --salah satu situs pribadi milikku.

Orang Minang mengatakan dalam sebuah pepatah "Alam terkembang menjadi guru." Lihatlah saudaraku sekalian di alam kita. Amati segala penjuru jagat raya ini, dari galaksi raksasa di angkasa hingga seluruh makhluk hidup di alam. Dari makhluk kehidupan bersel satu sampai yang berkomposisi rumit. Dari seluruh bagian alam biotik maupun abiotik. Kalau kita peka, sebenarnya kita akan melihat suatu tatanan keteraturan dari sebuah grand design prima buatan Sang Maha Sempurna – Allah SWT. Kemana pun kepala kita arahkan di sana akan kita lihat `Wajah-Nya' di mana-mana.

Maka jika hari-hari belakangan ini dirumah Bintaro hampir setiap hari mulai dimasuki berbagai macam serangga serta berbagai satwa lainnya – seperti tikus, kelelawar, kalajengking, kecoa, kadal, dan hewan-hewan kecil aneh yang terkadang saya pun tak tahu apa namanya – saya mulai merasakan bahwa di alam Banten tercinta ini akan terjadi sesuatu yang tidak biasanya. Tapi dengan segala kerendahan hati, mohon jangan samakan saya dengan para kelompok abangan yang dekat dengan aliran klenik, seperti yang kita telah ketahui bersama selama ini. Karena dalam konteks kejadian. yang belakangan saya alami – juga banyak warga di Indonesia belakangan ini persis seperti apa yang saya fahami yang keseluruhnya ada di dalam Al Quranul Karim. Dinyatakan di dalam Q.S. Yunus ayat 6: "Dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya, bagi orang-orang yang bertakwa." Maka kehadiran beragam satwa yang saya saksikan dalam beberapa hari belakangan di rumah ibaratnya adalah signal awal dari Allah SWT ibaratkan sebuah `kompas mini'/'GPS'/ atau bahkan sejenis `antena alarm' yang memberikan early warning system' yang sangat mungkin anda sekalian pun di rumah belakangan mengalaminya akan tetapi mengabaikan kehadirannya. Tulisan ini adalah tema tulisan ketiga saya di kolom Radar Banten yang mengulas mengenai gejala alam dalam kaitan pengaruh perubahan iklim global (Global Climate Change).

Dalam kaitan GCC ini, minggu lalu ketika sedang melaksanakan tugas DPR RI sebagai salah seorang delegasi APPF (Asia Pacific Parliament Forum) ke-14 di Lagoon Hilton Hotel dari tanggal 16-20 Januari ini, di hari kedua di lift saat jeda makan siang dan akan sholat dzuhur menuju kamar, tak -sengaja saya berjumpa Gus Dur. Asisten beliau Mas Sulaeman adalah kawan baik saya. Setelah bertegur sapa sejenak di depan lift saya mohon izin diluangkan waktu sejenak buat curhat pribadi dengan beliau. Di ruangan beliau saya menceritakan mimpi saya dengan pesan metaphor sama berulang terus beberapa kali. Saya melihat air ... air... air ... dlan terakhir api yang menyala-nyala. Sebagai seorang anak Indonesia yang mempunyai seorang ibu (alm) dengan latar belakang budaya NU kental, setiap tanda yang hadir dalam kilasan mimpi hampir tidak pernah menjadi sia-sia, lewat begitu saja tanpa makna. Gus Dur faham dan menjawab beberapa pertanyaan pribadi saya dengan beberapa pentakwilan. Juga sedikit gambaran bahwa setelah air yang datang bak bah yang melimpah ruah akan terjadi kemarahan yang disimbolkan oleh api tersebut. Rakyat banyak yang tak puas dan melakukan banyak aksi-aksi menuntut kebenaran dan hak mereka yang selama ini ditutupi oleh oknum yang berkepentingan. Dan per hari ini dengan dibarengi curah hujan yang deras, debit air tinggi, permukaan air naik melampaui garis normal, membuat saya semakin sadar bahwa tanda dari dalam mimpi tersebut tak sekedar bunga tidur.

Terbukti bahwa Kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika Warsito Hadi menyatakan bahwa pertengahan Januari sampai dengan pertengahan Februari 2006 wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi juga sebagian besar Jawa Tengah mendapatkan curah hujan yang sangat deras. Penyebabnya adalah daerah pertumbuhan awan di Laut Jawa telah bergeser ke Selatan. Curah hujan di atas standar (lebih dari 300 mm) terjadi juga di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bahkan di beberapa wilayah seperti di Cirebon, Magelang, dan sebagian besar Sulawesi Selatan juga sekitar Manado, mendapatkan curah hujan lebih diatas 500 mm. Ditambah lingkungan hidup yang semakin buruk – menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) – membuat daya dukung terhadap antisipasi hujan deras sementara ini tak mungkin diandalkan. Terutama ketika kepulangan para haji dan hajah mabrur asal Pandeglang serta Lebak disambut oleh banjir di kampung halamannya, hati ini terasa teriris pedih serta mulut tak mampu lagi mengucap kata.

Saat bantuan awal obat-obatan serta makanan diturunkan kemarin, terlihat semua itu bagus-bagus saja. Tapi sesungguhnya, apakah sebelumnya tidak ada koordinasi antisipasi serta persiapan awal antara pemerintah setempat dengan BMG (Badan Metorologi Geofisika)? Kalau sesungguhnya kejadian ini setiap tahun berulang terus dengan kecenderungan setiap tahun berikutnya menjadi lebih buruk, tentunya sebelum bencana banjir ini datang, sudah dapat diprediksi serta diantisipasi terlebih dahulu persiapan apa saja yang wajib dijadikan skala prioritas. Bantuan langsung untuk para korban yang telah dilaksanakan selama ini lumayan bagus, akan tetapi penanganan serta penanggulangan agar bericana tidak terns berulang setiap tahun jauh lebih penting. Penangannanya harus terpadu di beberapa tempat banjir serta Iongsor.

Berdasarkan pantauan, permukaan air beberapa sungai yang mengalir di Lebak sudah meluap melebihi tanggul. Sungai-sungai yang meluap itu di antaranya Kali Ciujung, induk sungai yang mengalir di kota Rangkasbitung, Ciliman, Cisimeut, Cibadak, dan anak sungai lainnya. Bahkan per hari ini sebagian warga desa Bojongjuruh kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak terpaksa menggunakan rakit bagi anak-an ak dan orang tua untuk bepergian. Karena akses jalan menuju keluar wilayah tersebut terendam babjir setinggi 1-1,5 meter. Di samping itu, sebanyak delapan puluh lima warga Bojongmeong, desa Bojongjuruh terisolasi. Di Kabupaten Pandeglang banjir terjadi di Desan Cibitung, Kecamatan Munjul dengan jumlah rumah terendam sebanyak seratus buah. Kabupaten Tangerang terjadi di Desa Tanjong Burung Kecamatan Teluk Naga, sebanyak dun ratus rumah terendam. Banjir juga terjadi di Serang dan Cilegon, namun tidak separah seperti di wilayah¬-wilayah yang telah disebut di atas.

Duh... Allahu Robbi... adakah jalan keluar segera bagi kita semua khususnya bagi mereka yang sedans menderita ini? Cukuplah tempat-tempat itu saja yang terendam banjir, jangan tambah lagi ya Allah. Karena bilamana bald bantuan sangat terbatas dan tidak dapat mengejar jumlah yang dibutuhkan, berbagai penyakit akan segera menyergap warga. Korban-korban yang sakit bahkan akan dapat membawa mereka pada kematian. Bila Pemprov committed dengan peningkatan pelayanan publik selama ini seperti apa yang digaung-gaungkan, maka rakyat harus segera memintanya di dalam penanggulangan banjir ini dengan tidak sekedar mengecek lokasi dengan perahu karet keliling lokasi. Kalau memang dana Bansos sudah turun dari Depsos, mohon melakukan langkah kerja sama dengan pihak luar negeri yang paham masalah dam, seperti misalnya Belanda. Dari alam ciptaa Allah sebenarnya menghendaki kita agar man dan mampu berpikir tentang semua kejadian yang terkait dengannya serta incilgarnbil pcla,laran dari padanya.

Dalam QS. Al Ankabuut ayat 20 dikatakan: "Katakanlah berjalanlah di (maka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." Belajarlah dari para serangga yang memasuki rumah kita di saat-saat musim penghujan ini, dan perhatikan bagaimana mereka survive dengan segala keterbatasan dirinya. Lihatlah laba-laba, lebah, capung, lalat, semut, dan bahkan kupu-kupu. Mereka mampu membuat 'tanggul' pertahanan kehidupannya dengan harmoni dan seimbang. Bagaimana dengan manusia yang menganggap dirinya modern selama ini? Mampukah kita menambal kembali kebocoran ekosistem yang dengan atau tanpa sengaja telah kita rusak dan mencurinya dari anak-cucu kita? Lihatlah apa yang telah dikembalikan o1eh alam kepada kita per hari ini. Semoga saja kita tidak ditenggelamkan sang air bersarma jalannya sang waktu.

Allahu Akbar, Merdeka!

Homo Educandus di IPB: Marissa Haque dalam Radar Banten 2006

Flu Burung Banten
Pulang dari tugas negara di Vietnam, Singapuran dan Malaysia, membaca Strait Times kemarin malam di pesawat, membuat saya mengelus dada. Duh Gusti Allah, apalagi yang harus kami hadapi di hari-hari ke depan ini. Urusan korupsi di ranah Banten belum rampung, demonstrasi buruh belum lagi ada jalan keluar, masyarakat memakan nasi aking belum mampu memastikan tak lagi akan manakin makanan bekas/daur ulang itu. Sekarang Banten diberi stigma/label sebagai wilayah penyandang "Benang Merah" flu burung oleh Pak Menteri Pertanian kita. Memang suka atau tidak suka demikianlah keadaannya. Bahkan hari ini Selasa tanggal 29 Februari 2006, dijadwalkan di Komisi IV DPR Rl Rapat Dengar Pendapat bersama tiga Gubernur Banten, Jabar dan DKI terkait dengan langkah cepat penanganan masalah flu burung ini.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, bahwa burung telah menyebar ke lebih dari 30 negara dan teritori sejak 2003. Dan sebanyak 170 orang positif terinfeksi oelh virus yang mematikan ini, 92 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu juru bicara WHO Dick Thomson mengatakan, bahwa hingga kini flu burung telah menyebar ke 30 negara di seluruh dunia. Akan tetapi belum ada catatan penyebarannya dari manusia ke manusia lainnya.

Kepanikan akan flu burung yang diakibatkan oleh virus dengan nama kimia H5NI, terasa juga sampai di gedung DPR RI. Barusan saat memasuki ruang kerja, saya mendapatkan surat keterangan dari negara Hongaria — di mana saya duduk sebagi Wakil Ketua Bidang Kerjasama Bilateral Indonesia-Hongaria — bahwa virus flu burung juga ditemukan di negara mereka. Masyarakat di sana sempat dibuat panik oleh matinya burung-burung dara liar di lapangan taman-taman kota. Saya mengamati baik Malaysia maupun Hongaria semakin mengetatkan kewaspadaan terhadap virus flu burung ini.

Gerakan cepat yang mereka lakukan adalah dengan memusnahkan unggas-unggas yang telah dicurigai, mcmberikan suntikan vaksin pada beberapa yang masih sehat, serta mengirim para petugas kesehatan untuk memeriksa apakah sudah ada manusia yang terinfeksi virus H5N1 ini. Menteri Kesehatan Malaysia Chua Soi Lek Chua mengatakan melalui siaran televisi swasta kemarin: "Untungnya belum ada inveksi dari manusia ke manusia." Walau sebenarnya, sepekan sebelumnya keganasan virus H5N1 ini telah menewaskan 40 ekor ayam, sehingga Singapura pun minggu lalu terpaksa menghentikan sementara impor ayam dari Selangor, Malaysia.

Di luar itu di Banten, pemerintah pusat Republik Indonesia menetapkan bahwa Provnsi ini sebagai daerah "Benang Merah" flu burung yang harus memberikan perhatian khusus disebabkan karena ditemukannya 7 warga Banten yang meninggal dan ribuan unggas mati karena terinfeksi flu burung. Hal ini diungkapkan olch Menteri Pertanian Anton Apriantono saat melakukan Gerakan Tumpas Avian Influenza (AI)/Genta di Pendopo Gubernuran. Pencegahan penyebaran Virus AI ini, perlu melibatkan seluruh stake holders – pemerintah pusat, pemerintah provinsi, masyarakat bisnis, akademik, maupun masyarakat umum tanpa terkecuali. Pendidikan serta informasi wajib diberikan kepada semuanya. Merasa prihatin sah-sah saja akan tetapi itu saja tidaklah cukup, disamping itu sebaiknya kita semua tak boleh terjebak o1ch rasa panik /paranoia.

Untuk mengurangi rasa panik masyarakat o1eh karena pendidikan formal kita alokasi anggarannya behim mencapai angka 20% maka – menyangkut masalah flu burung untuk penyebaran informasi antisipasi flu burung dapat melalui kegiatan ibu-ibu PKK serta Puskesmas yang telah ada di seluruh Banten. Jangan dilupakan juga fungsi guru-guru di sekolah plus LSM lokal maupun internasional. Karena pada dasarnya manusia itu adalah makhluk yang dapat dididik (Homo Edukandus), sehingga dengan perhatian yang tersederhana sekalipun learning process sesungguhnya akan terjadi. Pendidikan sesungguhnya adalah sarana untuk memfasilitasi, mengarahkan serta mengembangkan fitrah/potensi manusia – learn to think, to do, to act, dan to be. Pada akhirnya tujuan akhir atau outputnya adalah learn to live together in harmony.

Di dalam pemberantasan virus AI ini, harmonisasi adalah faktor utama di dalam urusan kebersihan serta pengelolaan lingkungan hidup yang dapat diformulasikan. Kalau anak-anak serta keluarga kita di rumah dapat menjadi trainers di dalam kegiatan sejenis TOT (Training of Traineers) di dalam proses ajar mengajar masalah penanganan virus AI ini, maka kedua pemerintahan – baik di pusat maupun di provinsi akan lebih ringan beban tanggung jawab moralnya di dalam menyukseskan penanganan kasus flu burung ini. Sellingga outcome atau manfaat darinya – masyarakat yang bahagia serta tenang, lingkungan hidup yang sehat dapat segera terkendali. Sehingga virus AI tadi yang enggan mampir di Banten, karena kandang-kandang ayam yang tersebar di pelosok Banten sudah bersih, tertata, aman bagi bisnis harian para peternak unggas yang semoga pada akhirnya nanti dapat memberikan kontribusi PAD yang mcningkat dari hari ke hari di ranah Banten kita tercinta ini.

Karenanya kasus flu burung yang belakangan ini terjadi, bilamana kita memandangnya dengan kaca mata arif-bijaksana adalah sebagai unsur pemicu, di mana kita sadari atau tidak bahwa menjadi manusia pembelajar di Banten adalah suatu keharusan – it is a strong must. Sehingga mampu menguasai rasa panik yang tak perlu, apabila terjadi sesuatu kejadian luar biasa yang mampu menggoncangkan tatanan harmonisasi tadi. Rakyat di seantero wilayah tak harus dibuat paranoia yang akan menciptakan instabilitas nasional. Semoga rekam-jejak Banten nantinya bersama penumpasan virus H5N1 ini di dalamnya dapat menjadi awal dari lompatan ke depan warga Banten yang tertata sebagai upaya optimal, dari ingin bangkitnya masyarakat dari keterpurukan selama lima tahun ini dan sebagai upaya pernicu langkah di dalam turut serta menggapai impian masa depan yang lebih terhormat dari hari ini. Semoga saja ya Rabbi, kabulkanlah doa kami semua di Banten ini.

Allahu Akbar, Merdeka!
 

Jangan Memulai Sesuatu dengan Langkah Kotor: Marissa Haque Fawzi di Radar Banten 2006


Bulan yang baru saja lewat, ketika datang khabar dari Afrika Selatan, serasa mendengar petir di siang bolong. Innalillahi wa innaialihi ro.jiuun... Selamat jalan wahai Kekasih Allah, Bapak Ramadhan KH, Papah Tutun demikian panggilan sayang kami. Seorang wartawan, penyair, sastrawan, sejarahwan, penulis biography banyak orang besar Indonesia (termasuk mantan Presiden kedua RI, Soeharto), Ayah Mertua adik bungsu saya yang bersama Shahnaz Natasja Haque, Ayahanda adik ipar saya Gilang Ramadhan, serta salah seorang guru spiritual dan guru dunia tulis menulis saya selama ini. Kita semua telah kehilangan salah seorang putra terbaik bangsa ini.
Memiliki Nama lengkap sebagai Ramadhan Kartahadimaja, di dalam menulis karya-karyanya, terutama roman sejarah, beliau pandai menggali fakta-fakta dan nilai-nilai perjuangan bangsa ini. Papah Tutun sangat pandai merumuskan pikiran-pikirannya di dalam pemilihan frasa dan diksi yang sangat memikat. Hasilnya adalah: sajak, puisi, novel atau bahkan biography komplit tersusun rapi untuk disajikan kepada para pecinta dunianya. Papah Tutun adalah seorang sangat committed, mendedikasikan hidupnya pada dunia yang telah sadar dipilihnya menjadi jalan hidupnya. la berdisiplin sangat tinggi tapi sekaligus seseorang yang sangat santun serta lembut bahasanya. Satu yang tak-kan pernah terlupa bahwa beliau itu sangat tegas di dalam pendirian ketika beliau khusus menelepon saya dari Afrika Selatan ke rumah di Bintaro sebelum kondisi dirinya benar-benar drop adalah: "Benar kata Naz kamu mau mencalonkan diri jadi Gubernur Banten? Sudah siap kamu tidak akan korupsi dan mengabdikan dirimu sepenuhnya menjadi pelayan rakyat?" Sudah yakin hatimu tak akan goyah melihat orang-orang di sekitarmu bergelimang dengan kekayaan `palsu' yang diambil dari hak rakyat?" Jujur saya terpana saat mendengar kata-kata beliau yang bak mitraliur itu. Saya akhirnya dengan santun mengatakan kembali via telpon kepada beliau, "Pah ... sampal dengan hari ini tangan anakmu masih bersih, dan saya ingin selamanya demikian, juga saya bersedia menjadi pelayan rakyat Banten, untuk susah senang bersama mereka." Kemudian satu kalimat cukup panjang yang tak akan pernahsaya lupakan sampai kapan pum: "Marissa, ... jangan pernah mermulai sesuatu dengan langkah kotor. Insya Allah kamu akan diselamatkan-Nya di dalam melangkah di dunia maupun ke akhirat kelak." Malamnya setelah perbincangan terakhir itu saya tak dapat tidur. Dan dalam keheningan malam diiringi suara jangkrik di musim penghujan membuatkan secpotong pusisi pendek untuk beliau yang kemudian saya kirimkan via handphonenya di Afrika Selatan. Puisi itu berjudul "...dan Kelopak Bening itu Mengalirkan airnya."

Setiap mengenang kata-kata terakhir Bapak Ramadhan KH, menambah rasa hormat saya pada beliau. -Ketika pikiran melayang lagi kebelakang, teringat saat Lebaran dua tahun lewat, saat kami anak-beranak bercanda bersama di ruang belakang rumah Bintaro saya. Kami semua tertawa sangat seru ketika ingat bagaimana para cucu Papah Tutun (termasuk anak-anak saya) seringkali tak mau bersih-bersih diri sebelum tidur. Maka pembicaraan beralih pada saat kedua orang tua kandung kami masih_ hidup dulu dan menyambung cerita tentang bersih-bersih diri.

Ternyata kita semua masih ingat saat kita kecil dulu sebelum tidur, ketika panra orang tua kita menyuruh mencuci tangan, kaki serta sikat gigi. Semua itu dikarenakan mereka ingin agar anak-anaknya memulai tidur serta nantinya bertemu dengan 'Kekasilitiya' (God the All Mighty) dalam kondisi bersih. Bersih diri sebelum tidur, bersih hati sebelum memejamkan mata, bersih pikiran dengan harapan siapa. tahu saat tidur nanti dapat menjumpai Rasulullah Muhammad SAW. Bila kita kaitkan semuanya dengan kondisi sekarang ini di Banten, Tuhan...,mampukan kita semua berbersih-bersih diri?

Untuk kebersihan di Lingkungan Hidup, paling tidak secara nasional KLIJ (Kementrian Lingkungan Hidup) sedang menyelesaikan RUU Sampah. Ranah Banten yang sebagian masih terbalut sampah telanjang yang mengundang penyakit, dapat berharap mendapat dampak positif bilamana RUU nanti telah menjadi UU dan dapat membuat Banten paling tidak dapat sedikil terbebas dari sampah yang terbuang liar di mana-mana. Menteri Lingkungan Hidup Rakhmat Witoelar menyatakan telah menyelesaikan draft RUU Penge1olaan Sampah ini. Draft UU itu sekarang telah ada di DPR dan menurut informasi terakhir telah mendapatkan persetujuan dari Presiden. Bahagianya hati ini ketika mendengar berita dari teman yang berada di Komisi Lingkungan Hidup DPR RI Jakarta.

Di bidang korupsi, hmmm ... bersih-bersih korupsi kita dibandingkan dengan di Beijing, China, seharusnya kita wajib iri. Di sana (dan juga dapat diakses dari Indonesia), semua warga dapat dengan mudah menyaksikan sebanyak 400 (empat ratus) orang koruptor yang gambar serta identitas dirinya dipublikasikan via internet. 160 orang menyerahkan diri dan 240 ditangkap. Hebatnya, semua kegiatan bersih-bersih itu mampu dilakukan Beijing, China hanya dalam, waktu 2 (dua) bulan saja. Dan para koruptor yang teramankan itu ternyata baru 10% saja dari yang mereka lacak sejak setahun yang lalu (Radar Banten, Rabu 29 Maret 2006). Pelacakan diawali dengan mempublikasikan 4000 (empat ribu) nama-nama para koruptor yang dibidik pada situs internet yang didesain khusus untuk keperluan tersebut. Hasilnya luar biasa. Masyarakat yang telah muak meresns publikasi di jalur maya tersebut dengan memberikan tambahan informasi keberadaan beberapa koruptor yang pada akhirnya sangat membantu kinerja para aparat penegak hukum. Hasilnya sangat menggembirakan karena sebanyak 400 (empat ratus orang) berhasil dilacak dan ditangkap.

Sukses menangkap di Beijing, China ini memang bukanlah perrkara yang murah. Karena untuk beberapa kasus, pemerintah China harus mengeluarkan dana lumayan besar. Ada beberapa kasus yang membutuhkan dana CNY 1 juta (sekitar Rp 1,1 miliar) atau lebih besar lagi menurut Wu Heping, Jubir dari Kementrian Keamanan Masyarakat China. Juga termasuk memberikan imbalan bagi sang pemberi informasi tadi tentang buronan yang dicari dengan imbalan CNY 3 ribu (sekitar Rp 3,3 juta).

Bagaimana di Indonesia dan di Banten? Menurut Harian Kompas, Sabtu 17 Desember 2005, karena biaya penyidikan kasus korupsi sangat minim, maka pemberantasan korupsi dari audit APBD 65%. BPK baru memeriksa 283 (dua rates delapan puluh tiga) laporan keuangan daerah dari sekitar 460 (empat ratus enam puluh APBD) dari total Provinsi, Kabupaten dan Kota dengan 896 (delapan ratus sembilan puluh enam BUMD di dalamnya. Pemerikasaan mencakup jumlah anggaran Rp 360,8 Triliun,-, sementara cakupan pemerikasaan sebesar 340,2 Triliun,-. BPK memberikan pendapat `tidak wajar' atas sepuluh laporan keuangan daerah dan `tidak memberikan pendapat' atas enam laporan keuangan daerah (Kompas, Sabtu, 17 Desember, 2005).

Hasil temuan BPK yang mencolok baik adalah yang terkait dengan pembayaran tunjangan, honorarium, insentif, dan bantuan keuangan sebesar Rp 497,3 miliar kepada para Pimpinan dan Anggota DPRD, Kcpala Daerah berserta wakllnya, juga masing-masing Sekda yang banyak sekali tidak sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Hasil ini ditemukan pada 16 (enam belas) propinsi termasuk Banten dan 142 Kabupaten serta Kota di seluruh Indonesia (Kompas, Sabtu, 17 Desember 2005). Dije1askan lagi di dalam temuan BPK tersebut adalah, terdapat pengeluaran sebesar Rp 476, 68 miliar yang belum dipertanggungjawabkan. Di luar itu terdapat juga realisasi belanja di 16 Provinsi (termasuk Banten) dan 123 Kabupaten dan Kota senilai 590,6 millar yang tanpa dilengkapi dengan bukti (fiktif), tidak jelas peruntukkaannya, serta menyimpang dari ketentuan.

Rasanya memang Pemerintah Pusat sudah . selayaknya menambah anggaran penyidikan Kepolisian dan Kejaksaan jika memang kita semua serius memberantas tindak pidana korupsi. Biaya penyidikan per kasus yang diterima Kejaksaan dan Kepolisian hanya sekitar Rp 2,5 juta,- (dua setengah juta). Sungguh angka ini tidak rasional. Tak mungkinlah Kejaksaan maupun Kepolisian untuk mengusut serta mengejar para korupstor di Banten maupun di seluruh Indonesia yang sudah semakin canggih modus operand i nya. Bahkan Kang Ruki (Taufikurrachman Ruki) Ketua KPK pun menimpali dengan mengatakan, "Saya kasihan pada Kepala PoIri dan Jaksa Agung, bagaimana bisa tuntas mengejar para koruptor bila biaya penyelidikan hanya sebesar Rp 2,5 juta,- per kasus (Kompas, Selasa, 4 April 2006). Sementara untuk Banten pada acara lepas Sambut Kapolda lama dan baru kemarin Bapak Kombes Timur Pradopo berjanji akan menuntaskan kasus korupsi yang ada di wilayah Banten. Langkah ini diambil sesuai dengan instruksi Kapolri Jenderal Susanto ketika melantik sejumlah Kapolda di Mabes Polri bebeapa hari yang lalu.

Kami juga berharap agar seluruh elemen masyarakat untuk menyampaikan informasi kepada kami bila memang melihat adanya indikasi korupsi," kata Timur Pradopo kepada wartawan,usai lepas sambut di Mapolda Banten, Rabu (21/12).

Dia meminta kepada seluruh LSM maupun masyarakat untuk memberikan informasi kepada aparat untuk mernberikan informasi kepada aparat kepolisian mengenai adanya dugaan korupsi. Nantinya, informasi itu akan ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian."Mari kita bekerja sama. Masyarakat diminta untuk mengontrol bila ada dugaan korupsi, sehingga kita bisa melakukan penanganan untuk masalah tersebut," katanya. Bilamana kita semua memang benar-benar ingin rnelihat Banten menjadi Serambi Madinah dan mengedepankan ukhuwah (persaudaraan) yang telah dipraktekkan Rasulullah Muhammad beserta para sahabatnya, menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar, dengan gaya persaudaraan yang sangat indah dan sejuk. Sistem persaudaraan itu mencapai puncaknya dengan itsar atau sikap, yang lebih mengutamakan saudaranya sendiri ketimbang dirinya sendiri. Hal ini digambarkan di dalam. QS Al Hasyr ayat 9.

Jadi demi Banten yang benar-benar dapat bersih-bersih ke depannya, kebersamaan, saling mengasihi, saling asah, asih dan asuh di dalam program bersih-bersih ini terutama khususnya di dalam hal anti korupsi dapat dengan ringan kita semua bersama lakukan tanpa harus hanya menggerutu di belakang. Bahkan Papah Tutun (Bapak Ramadhan KH) di alam sana' tentunya akan dapat tersenyum melihat Banten sudah mampu berbersih diri karena semua merasa perlu untuk terlibat di dalamnya. Seperti pesan terakhir beliau kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Adnan Buyung Nasution dan Nina Pane via telepon, "Buyung, jangan pikirkan saya, pikirkan Indonesia, nasib bangsa kita ke depan." Begitu Pula mirip yang dikatakan beliau kepada saya, Icha, jangan pikirkan saya, pikirkan nasib Banten kita ke depan, saya titip rakyat Tatar Sunda Jawa Kulon kepadamu." Ramadhan KH, seorang pejuang, seorang budayawan tanpa tanda bintang jasa, ia adalah sosok yang patut kita teladani. Ia patut dicatat dengan tinta emus di dalam deretan para tokoh sejarah di Republik ini. Selamat jalan, Pah…semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Allahu Akbar, Merdeka!

Marissa Haque Fawzi, SH, MHum For Radar Banten, April 10, 2006

Indonesian Cinematic Art Stumbel and Surge: by Marissa Haque Fawzi for World Paper New York

Indonesia’s Cinematic Art Stumble and Surge


World Paper, New York, USA June, 2001

By. Marissa Grace Haque

A Graduate Student of School of Film, an Indonesia Actress, is in Residence at Ohio University

Indonesia as a country among many countries in the world, cannot escape of the effect of globalization. More specially, the Indonesia film industry is influenced and shaped by the cultures and trends of many other nations. This assimilation necessary and positive for progress and increased quality as long as an individual maintains his/ her own touch, so to speak. This process is guaranteed by the fact that our world grows smaller everyday and the boundaries that once existed are no more.

The father of Indonesia film, Mr. Haji Usmar Ismail, was the first Indonesia artist to graduate from the .School of Film at the University of California Los Angles as early as the 1940s. Generations to follow in the 1970's were strongly predisposed to Russian production style and technique with Indonesian graduate from Moscow University such as Syumandjaja and Amy Priono.

Many artists to follow, Producers and Directors are products of Indonesia education and training. Their work, also distinguished, is colored by local wit and wisdom. A result of their efforts has been "Eclutainment" or educational entertainment for the Indonesian citizen.

The only trouble with this is seen ;n the extremely small ratio of these artists in relation to the population of Indonesia., which far exceeds 200 million. If the love of money is the root of all evil it has also been the demise of the film industry in Indonesia. Many Directors viewed the production of movies as a monetary printing press,

The typical Indonesian film left nothing for the vie'*'ina Dublic-, there was no moral messaae and no real meaning. l3v the end of 1960s the film industry has stagnated and come to screeching halt. The Indonesia government further stifled the industry's creativity and

--quality, and the differences from one film to the next became almost impossible to discern. It was a frustrating time for the movie-going public and even exasperating for those production teams that sought to create.

In 1990s gave us Garin Nugroho. As a young man, he graduated from University of Indonesia with a degree in Law and attended Indonesia's Institut Kesenian Jakarta (Indonesian Art Institute). Garin Nugroho was determined to create new standard, and in the mid-1990s he began work. Nugroho presented an Eastern European style of production. Many Indonesian viewers did not understand this style of production and found the storylines difficult to follow, but his works have been honored (and have placed) at almost every international film festivals in which those have appeared.

Toward the end of 1999, a group of young Indonesian film graduates that, to date, do not wish to be identified with other movie production teams, came together to produce. They represent the new techno generation, seeking something new and different from all who came before them, and it is known to Indonesians today as the movie Kuldesak. This independent production team used a grassroots style marketing strategy throughout production. The film smacks of Quentin Tarantino. The theme song from this movie was also honored by MTV at the MTV awards 2000 in New York.

The year 2000 was phenomenon for Rivai Riza (Film Director), Mira Lesmana and Triawan Munaf (Co Producers) with their award-winning production Petualangan Sherina or the Adventures of Sherina. The British honored this production with the presentation of the British Chavening Award Scholarship to Riza. This is only logical because Riza finished his Master of Arts in screenwriting at a British Institution in 1999. Riza is rich with British style.

What do we see in the future of the Indonesian film industry? What style do we hope will prevail? There are so many possibilities, but that which cannot be denied and is clear to even those who would close their eyes is that American films are shown on every channel of Indonesian television and fill Indonesian theatres. In this lies an undeniable answer.

We are also aware that American film is a collection of assimilations from across the world. Thus we come full circle of globalization and interdependent world in which we live. We will, each and every one of us, learn from all of those around us without exception, if we hope to progress. This is a continual process that will go on for as long as we breathe.

Kisah jas Merah Ratu Shima: Marissa Haque Fawzi (Radar Banten 10 April 2006)

RADAR BANTEN, 10 April 2006

Syahdan, Kerajaan Kalingga, Nagari di pantura (pantai utara Jawa, sekarang di Keling, Kelet, Jepara, Jateng) beratus masa berlampau, bersinar terang emas, penuh kejayaan. Bersimaharatulah, Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di antero nagari nusantara. Sungguh, meski jargon kesetaraan gender belum jadi wacana saat itu. Namun pamor Ratu Shima memimpin kerajaannya luar biasa, amat dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Kebijakannya mewangi kesturi, membuat gentar para perompak laut. Alkisah tak ada nagari yang berani berhadap muka dengan Kerajaan Kalingga, apalagi menantang Ratu Shima nan perkasa. bak Srikandi, sang Ratu Panah.

Konon, Ratu Shima, justru amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pcjabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, pun segenap pimpinan divisi kerajaan sampai tukang istal kuda, alias pengganti tapal kuda, kuda-kuda tunggang kesayangannya, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.

Sekali waktu, Rata Shinma menguji kesetiaan lingkaran elitnya dengan memutasi, dan me-nonjob-kan pejabat penting di lingkungan Istana. Namun puluhan pejabat yang mendapat mutasi di tempat yang tak diharap, maupun yang di-nonjob-kan, tak ada yang mengeluh barang sepatah kata. Semua bersyukur, kebijakan Ratu Shima sebetapapun memojokkannya, dianggap memberi barokah, tuah titisan Hyang Maha Wenang.

Tak puns dengan sikap ‘setia’ lingkaran dalamnya, Ratu Shima, sekali lagi menguji kesetiaan wong cilik, pemilik sah Kerajaan Kalingga dengan menghamparkan emas permata, perhiasan yang tak ternilai harganya di perempatan alun-alun dekat Istana tanpa penjagaan sama sekali. Kata Ratu Shima,"Segala macam perhiasan persembahan bagi Dewata agung ini jangan ada yang berani mencuri, siapa berani mencuri akan memanggil bala kutuk bagi Nagari Kalingga, karenanya, siapapun pencuri itu akan dipotong tangannya tanpa ampun!". Sontak Wong cilik dan lingkungan elit Istana, bergetar hatinya, mereka benar-benar takut. Tak ada yang berani menjamah, hingga hari ke-40. Ratu Shima sempat bahagia.

Namun malang tak dapat ditolak. Esok harinya semua perhiasan itu lenyap tanpa bekas. Amarah menggejolak di hati sang penguasa Kalingga. Segera dititahkan para telik Sandi mengusut wong cilik yang mungkin saja jadi maling di sekitar lokasi persembahan, sementara di Istana dibentuk Pansus, Panitia Khusus yang menguji para pejabat istana yang mendapat mutasi apes, atau yang nonjob diperiksa tuntas. Namun setelah diperiksa dengan seksama, berpuluh laksa wong cilik tak ada yang pantas dicurigai sebagai pelaku, sementara pejabat istana pun berbondong, bersembah sujud, bersumpah setia kepada Ratu Shima. Mereka menyerahkan jiwanya apabila terbukti mencuri. Rata Shima kehabisan akal.

Saat itu, tukan istal kuda, takut-takut menghadap, badamiya gemetar, matanya jelalatan melihat kiri kamm, amat ketakutan. "Maaf Tuanku Yang Mulia Ratu Agung Shima, perkenankan hamba memberi kesaksian, hamba bersedia mati untuk menyampaikan kebenaran ini. Hamba adalah saksi mata tunggal. Malam itu hamba menyaksikan Putra Mahkota mengambil diam-diam seluruh perhiasan persembahan itu. Maaf...," sujud sang tukang istal muda belia ,mukanya seperti terbenam di lantai istana. "Apa? Putra Mahkota mencuri?!" Ratu Shima terperanjat bukan kepalang. Mukanya merah padam. "Putraku, jawab dengan jujur, pakai nuranimu, benar apa yang dikatakan wong cilik dari kandang kuda ini?", tanya sang ibu menahan getar. Sang Putra Mahkota tiada menjawab, ia hanya mengangguk., lalu menunduk teramat malu. la mengharap belas kasih sang ibu yang membesarkannya dari kecil.

Sejenak istana teramat sunyi, hanya bunyi nafas yang terdengar, dan daun-daun jati emas yang jatuh luruh ke tanah. "Prajurit! Demi tegaknya hukum, dan menjauhkan nagari Kalingga dari kutukan dewata, potong tangan Putra Mahkotaku, sekarang juga...,"perintah Sang Ratu Shima dengan muka keras. Seluruh penghuni istana dan rakyat jelata yang berlutut hingga alun-alun merintih memohon ampun, namun Sang Rata tiada bergeming dari keputusannya. Hukuman tetap dilaksanakan. Hal itu dituliskan dengan jelas di Prasasti Kalingga, yang masih bisa dilihat hingga kini

Intisari kisah ini adalah; 'Jas Merah!' (Jangan Sekali-sekali melupakan Sejarah), salah satu judul pidato Bung Karno, perlu diingat bersama.

Ketegasan Ratu Shima, relevan dengan situasi Banten terkini, betapa rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) 2006, situ koma sekian trilyun rupiah nyaris saja jadi reriungan yang tidak nelas penggunaan dan fungsinya, melulu belanja modal saja. Membangun gedung, membeli alat, menjauhkan diri dari focus menyejahterakan wong cilik. Sementara angka kemiskinan, standar kesehatan amat rendah dan keterpurukan pendidikan, membuat Banten tidak punya sisi kebanggaan dalam percaturan bangsa. Beda dengan Kalingga yang begitu sohor, akan tegak tegasnya hukum tanpa pandang bulu. Bahkan ratusan tahun berlampau kisah itu masih terasa ideal.

Semoga saja, mutasi yang memutar seluruh orbit kekuasaan di Banten tidak ada maksud khusus kecuali penyegaran saja. Namun bila ada agenda politis di balik rancangan anggaran belanja yang amburadul dan di-nonjob-kannya para pamong praja yang berjasa bagi pembangunan Banten kemarin tanpa alasan jelas. Rasanya sudah waktunya burung-burung Ababil dari pelosok nagari Banten hadir, berteriak riuh, menyeru keadilan di bumi yang dahulu diperjuangkan para pejuang kemerdekaan dengan pengorbanan jiwa raga. Sejarah telah mengajarkan, apabila hukum dipakai tanpa tedeng aling-aling, tanpa pandang bulu, kesejahteraan-kejayaan nagari sudah di depan mata. Apabila mekanisme dan aturan hanya jadi alat legitimasi kekuasaan, maka tunggu saja waktunya wong cilik yang tertindas, beristiqhosah akbar. Meminta bebas dari belenggu azab!.

Merdeka!

Perempuan Melawan Sampah: Marissa Haque Fawzi untuk Radar Banten 2005

15 November 2005

RADAR BANTEN

Para ahli bijak mengatakan bahwa hidup itu hanya sekali, harus berarti dan setelah itu baru mati. Bahwa hidup hanya sekali saya setuju, pasti mati saya pun setuju, akan tetapi bagaimana caranya supaya hidup hanya sekali itu dapat menjadi berarti? Sangat relatif jawabannya. Ada yang mengatakan hidup menjadi berarti artinya menciptakan karya yang diakui masayrakat setempat bahkan dunia, sebagian lain menyatakan masa tua yang jaya dan makmur adalah ukuran menjadi berarti, sementara yang terakhir mengatakan bahwa mati masuk surgalah yang paling mempunyai makna terdalam. Melihat manusia Indonesia hari ini, bila ditinjau dari kacamat Teori Kebutuhan dari Abraham Maslow, sandang-pangan-papan, mencintai dan dicintai, aktualisasi diri, dan yang terakhir yang sangat jarang dimunculkan di banyak kajian yaitu kebutuhan transcendental (cinta Ilahi). Nah sedang pada lini manakah kita semua sekarang berada?

Belakangan setelah bertubi-tubi ketahanan diri dan nasional Indonesia diserang oleh SARS, sapi gila, flu burung, lumpuh layu polio, busung lapar, dan yang terakhir sedang menggejala kembali yaitu demam berdarah, membuat kita termenung menyaksikan semua itu. Ada yang mengatakan Allah sedang bercanda dengan cara-Nya, sebagian merasa lebih setuju menganggap Allah SWT sedang menguji kita. Bila sedang diuji untuk naik kelas, berarti jawabannya adalah lulus atau tidak lulus.Jika kita tidak lulus berarti ada yang tidak benar dalam proses belajar dari kehidupan ini. Ada proses ketidakpedulian yang tanpa kita sadari kita jalani sebagai suatu kebiasaan yang dianggap memang seharusnya demikian. Akan tetapi bila jawabannya lulus, maka rida Allah SWT sedang bersama kita semua. Siapa yang tidak mau hidup nyaman di bawah paying rida Allah?

Hari ini kita sedang dihantui dengan demam berdarah, setiap hari di televisi kita melihat korban bergeletakkan di berbagai rumah sakit. Barangkali awalanya kita hanya mampu berempati terhadap para korban yang terlihat di televise, atau kit abaca di Koran. Hingga pada titik tertentu akhirnya – semoga tidak terjadi pada keluarga kita di Banten – satu per satu tetangga atau orang yang dekat di hati kita turut menjadi korban.

Banten sebagai provinsi bayi, khususnya Kabupaten Tangerang di mana saya bertempat tinggal, sudah sangat penuh sesek dengan penduduk dan sampahnya. Janganlah sampai wilayah ini diidentikkan sudut wilayah/kota sampah. Tentu sampah dalam pengertian di sini tidak hanya sekadar dalam bentuk kata benda semata, akan tetapi sekaligus dalam bingkai methapora mental spiritual. Di wilayah dekat tempat tinggal saya hari ini, setiap hari saya saksikan di hampir setiap parit, kali, dan sungai berwarna hitam, dangkal serta bau. Masyarakat yang tak pedulian membuat kondisi yang sudah parah, menjadi semakin parah. Mungkin hal ini dianggap memang sudah menjadi sebuah keniscayaan yang sudah tak perlu untuk diapa-apakan lagi. Masayarakat yang sudah mengalami bertubi-tubi masalah hidup menjadi sangat apatik dan skeptical. Kelihatannya bagi banyak keluarga di lingkungan ini adalah, bagaimana mendapatkan uang untuk makan per hari ini. Kenytaaan pahit di depan mata mereka ibarat sebuhan lingkaran setan yang tak berujung. Setiap insane yang terketuk hatinya termasuk saya pribadi sering bertanya pada diri sendiri, harus mulai dari manakah bila ingin berkontribusi untuk mengubah semua ini. Sebagai seorang yang sedang belajar menjadi seorang negarawan (anggota Komisi IV DPR-RI, dari Fraksi PDI Perjuangan) yang sekaligus juga seorang ibu rumah tangga, keprihatinan saya dimulai dengan mengamati sampah yang dihasilkan oleh rumah-rumah tangga sekaligus para perempuannya sebagai inu rumah tangganya.

Tiba-tiba saya teringat pada sebuah kejadian lucu bebrapa lama berselang. Ketika sedang menyetir mobil sendirian, saya disalip dari sebelah kanan bahu jalan, tentu saya menginjak rem supaya tidak terjadi tabrakan. Tak lama kemudian saya melihat sang pengendara – yang ternyata perempuan berkerudung – membuka jendela sambil membuang sampah bekas bungkusan kue. Timbul rasa jengkel, maka setelah istighfar saya memencet klakson tiga kali sebagai peringatan jangan menyalip dan buang sampah sembarangan! Saya mencoba menyusulnya sembari membuka kaca jendela sebelah kiri untuk memberitahukannya. Tahukah kemudian apa yang terjadi? Sang pengendara mobil bermerek mahal tersebut hanya terkejut sejenak dan tak lama setelahnya malah melambaikan tangannya dengan sangat ramah ke arahku karena merasa mengenali diriku sebagai public figure. Ups! Astaga… kejadian di atas tadi membuat saya tertegun dan merenung bingung beberapa saat tentang harus bagaimana memberi pengertian pada masayrakat Indonesia bahwa kita tinggal dan hidup di bumi yang sama. Perempuan sesungguhnya sangat identik dengan kecantikan, keluhuran budi, keindahan, serta tentu saja kebersihan. Akan tetapi bilamana ternyata si perempuan cantik itu tidak terbiasa dengan kebersihan dan tidak sadar akan lingkungan yang bersih, teratur serta nyaman, maka apa sebenarnya yang telah terjadi? Apa yang harus dikoreksi? Dan siapakah sebenarnya yang harus disalahkan?

Banyak yang mengatakan belum teralokasikannya dana sebesar 20% dari APBN untuk dunia pendidikan sebagai kambing hitamnya. Karena kurang terdidik, maka manusia Indonesia pada umumnya jadi sangat cuek terhadap lingkungannya. Sebagian lagi mengatakan karena terlalu lamanya kita dijajah oleh Belanda, maka terjadilah pembunuhan karakter secara besar-besaran sehingga kualitas manusia Indonesia menjadi seperti hari ini, termasuk urusan kebersihan lingkungan dan sampai yang berserak di mana-mana. Mendidik perempuan sebagai ujung tombak menjaga kelestarian lingkungan bukanlah sekadar utopia (angan-angan) belaka. Karena menjadi seorang perempuan adalah juga berarti menjadi seorang ibu. Maka bila sebuah Negara/pemerintah/pemerintah daerah mendidik seorang perempuan adalah juga berarti mendidik seluruh anggota keluarganya. Mendidik sebuah keluarga berarti mendidik unsure ini dari sebuah bentuk lain ketahanan nasional Indonesia sebagai sebuah bangsa besar bernegara.

Seorang ibu tanpa disadari adalah seorang manager alamiah yang mengatur semua urusan domestic beserta seluruh isinya, maka sang ibu yang telah mendapatkan pemahaman baik biasanya dapat diandalkan menjadi role model yang mampu menularkan pengetahuannya pda selruuh anggota rumah tangganya. Pemerinta pusat dalam waktu dekat akan bekerjasama dengan pribadi-pribadi anggota DPR RI untuk menggalakkan kampanye mengenai pentingnya memberikan ruang lebih bagi perempuan untuk mengembangkan potensi diri yang selam ini sedang ‘tidur’ serta mencetuskannya menjadi sebuah gerakan “Perempuan Ibu Rumah Tangga Wajib Belajar Kelestarian Lingkungan.”

Melalui pendidikan yang terus menerus – formal maupun informal – membuat aspek kognitif seorang perempuan akan terbuka, intelektual mereka akan terasah, sehingga mereka mampu berpikir lebih rasional serta kreatif. Yang pada akhirnya nanti insya Allah dapat mewujudkannya menjadi sebuah potensi positif yang arif dan bijaksana, yang di ujungnya akan menjadi energi penggerak bagi gerakan kesadaran Banten bersih lingkungan dan bebas sampah.

Bila kita semua ingin bangkit, dan bangsa Indonesia ingin punya hgarga diri di mata dunia, tak ada tawar menawar, perbaiki dulu kualitas hidup yang berkatian dengan lingkungan kita. Dalam hal ini posisi strategis para perempuan – tentunya secara bersama-sama bergandengan tangan serta berkesinambungan – dapat menghasilkan generasi muda Indonesia yang mempunya kedisiplinan tinggi serta kepahaman lingkungan yang lebih baik. Dalam hal ini tentunya tidak lengkap rasanya bilamana peran para ayah atau rekan pria tidak diikutsertakan di dalam , tanpa melepaskan diri dari kenyataan bawah sebuah rumah tangga adalah tanggung jawab bersama antara suami istri tanpa terkecuali.

Hari ini dalam kenyataan tatanan dunia politik praktis, perempuan Indonesia sedang serius berjuang untuk merebut kesempatan memperjuangkan rakyat dalam Pilakada maupun Pemilu 2009 yang akan dating. Sebuah upaya tanpa henti di tengah pengakuan yang tidak pernah turun begitu saja dari langit. Bila perjuangan ini berhasil maka kemenangna ini akan membuka kesempatan lebih luas lagi bagi para wanita unuk masuk ke dalam system yang dapat mempengaruhi kebijakan lingkungan dengan bahasa kasih keibuan. Mereka para perempuan yang telah berpartisipasi di DPR-RI, DPRD, dan DPD-RI, bertugas bahu membahu bersama rekan prianya untuk menjalankan tiga fungsi utama. Yaitu: 1. legislasi (membuat undang-undang), 2. menyusun anggaran, dan 3. melakukan pengawasan akan jalannya pemerintahan pusat maupun daerah Banten, serta tambahan tugas menyerap aspirasi dari bawah. Bagi para perempuan yang memilih berada di luar system semisal aktif di beberapa LSM, dapat memainkan perannya pula dengan terus menerus memberikan informasi serta peringatan kepada seluruh anggota keluarga di komunitas tertentu untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya. Tak kalah penting juga adalah peran kepemimpinan dan ketokohan yang dapat dimainkan para ibu rumah tangga di masyarakatnya melalui kegiatan bersama PKK pada tingkat RT, RW, kelurahan maupun kecamatan.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Diawali dengan bismillahirrahmanirrahim serta langakah kanan, asal masih memiliki mimpi yang dilengkapi dengan keyakinan, kerja keras serta kesungguhan yang pantang menyerah, insya Allah pasti berhasil. Mengutip sebuah kalimat tausiyah Aa Gym: “Bukanlah soal banyak atau sedikit yang kita hasilkan, keberhasilan adalah pada saat kita memaknai apa yang kita rasakan adalah amanah dari Allah bagi kita para khalifahnya di muka bumi ini.” Jadi tunggu apa lagi? Lingkungan hidup kita sudah terlalu penuh dengan sampah, banyak korban telah berjatuhan karena demam berdarah. Ayo, keluar rumah, pegang sapu, siram got di depan rumah, timbun semua sampah yang bertebaran, dan jangan lupa untuk menyemprot rumah kita. Agar Indonesia kembali dapat tersenyum, dan warganya dapat menjadi masayrakat yang bahagia serta selamat di dunia dan akhirat.

Allahu Akbar, Merdeka!

Entri Populer