Pagi hari kernarin di hari Natal kaum Nasrani, saat terbangun dan selesai sholat subuh, susasana terasa amat hening, tak biasanya demikian. Bahkan suara burung Perinjak di atas pohon Melinjo yang biasanya mewarnai aktivitas pagi hariku tak terdengar kicaunya. Ke manakah perginya sang burung di pagi hari ini? Tak juga terdengar suara jajaan roti Pak Udin yang lewat di depan rumah. Atau bahkan tak juga suara mbok Nah menjajakan gerobak sayurnya. Rasanya benar-benar terasa ada yang berbeda di hari itu. Para penganut aliran Sufi biasanya menyenangi suasana nyaman seperti pagi hari tersebut untuk bersegera melepas gelombang Beta yang melekat pada dirinya (pendek-pendek karena terputus-putus oleh beberapa intevensi yang datang sekaligus) untuk bersegera rnenyelaraskan tubuh dan pikiran demi mencapai gelombang Alfa (panjang lurus tanpa intervensi) – potensi tertidur yang ada pada diri setiap manusia sesungguhnya.
Dalam gelombang Alfa, walau hanya satu menit, manusia akan mampu memberikan nilai tambah bagi diri dan hidupnya. Menghasilkan karya, pemikiran, pemahaman, bahkan hafalan ayat-ayat Quran, bagi nantinya terkait dengan seratus, seribu, bahkan mungkin sejuta langkah kebajikan bagi ummat serta alam semesta di mana seseorang tersebut bertempat tinggal. Ibuku almarhumah R. Ay. Mieke Soeharjah Sajogodjojodirono binti Tjakraningrat yang berasal dari Madura mengiarkan ketiga anak putrinya agar di dalam medan gelombang Alfa untuk membaca "La illaaha illallahu wahdah, laa syariikallah, lahulmulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syai'in qadiir, " (Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Maka disadari atau t1dak, di dalam suasana terjepit, seorang hamba Allah yang terbiasa mendekat dirinya dengan Sang Maha Adil, akan memperoleh bala bantuan atau pertolongan dari arah yang tak terduga.
Pakaian keimanan, pakaian ketaqwaan, pakaian kezuhudan, duh! ... ke mana larinya dari diri kita semua? Dunia yang penuh dengan kepalsuan, panggung sandiwara yang kilau fatamorgananya menyesatkan langkah banyak manusia. Adakah dari kita yang mampu menjadi seorang Siti Hajar – berlari sebanyak enam kali dari bukit Safa ke bukit Marwah sernbari berharap datangnya para kafilah yang akan menolong dirinya beserta sang bayi anak Ibrahim AS? Ketika tak satu jua kafilah mampir menolongnya, akhirnya pada tingkat kepasrahan total `seribu persen,' di putaran ketujuh, ia sampai pada level qonaah (merasa - cukup hanya bersandar pada Allah). Yang pada akhirnya, Allah SWT rnernberikan jawaban atas kepasrahan Siti Hajar berupa sumber kehidupan yang tak pernah kering sampai hari ini dan pijakan kaki anaknya – mata air Zam-zam.
Ikhtiar, qona'ah, gelombang Alfa, dan pakaian ketakwaan. Dikatakan bahwa seorang pemeluk Islam berada di atas `Jubah Kemuliaan Islam.' Rasulullah Muhammad SAW, dalam perjalanan Isra'dan Mi'raj diberi Allah dua buah jubah – kemiskinan material (faqr) dan keyakinan pada Allah (tauhid). Dengan menggunakan metaphor 'pakaian', tidak sulit bagi kita untuk membicrakan ‘jubah kesyahidan.' Dalam Kristianiti, ketika St. Paul seorang sang Nasrani disebut dalam agamanya `diberi pakaian dalam Kristus', maka tingkat tertinggi seorang mistikus Muslim disebutkan diberikan pakaian dalam libas al-haqqaniyyah, yaitu jubah yang terkait dengan salah satu nama Allah SWT di dalam asmaul husna Al Haq atau kebenaran mutlak (Annemarie Schimmel, 2005, Mengurai Ayat-ayat Allah).
Al Quran menyebutkan 'pakaian api' bagi para pernghuni neraka, (QS 22: 19), dan pakaian syaitan sebagaimana kemurkaan Allah SWT menyertai mereka. Para orang soleh dan solehah berharap bahwa Allah SWT akan memberikan mereka pakaian pada hari kebangkitan dengan ampunan dan tindakan baik untuk menetapkan selembar pakaian di Surga al Jannah – di mana para pendosa dibiarkan telanjang, disingkirkan dari ‘jubah kesalehan.' Gambaran ini membawa kita pada aspek lain di wilayah penenunan, pemintalan dan pakaian. Dianggap bahwa seseorang memintal, menenun pakaian keabadiannya sendiri dengan pikiran serta tindakan ilahiah.
Di dalam Al Quran sendiri (QS 78: 10), Allah SWT muncul sebagai 'penenun ahli' sebagaimana la merupakan Tuan Mutlak alas segala sesuatu. Allah SWT muncul sebagai membuat malam sebagai jubah dan Dialah yang menenun seluruh sejarah alam semesta pada tenunan (bayangan) siang dan malam. Dia hanya dapat didekati di atas esensi tak terukur-Nya 70.000 tabir cahaya dan kegelapan menyembunyikan-Nya sebagaimana pakaian menyembunyikan tubuh dan sebagaimana tubuh menyembunyikan jiwa-jiwa kita, 'Kibriya”, “Keagungan”adalah Jubah-Nya sebagaimana hadist Qudsi menyatakan Baju-Nya – menurut sumber yang sama – adalah kasih sayang yang dengannya Dia akan memberikan kepada mereka yang mengharapkan-Nya. (Hal 71, Schimmel, Mengurai Ayat-ayat Allah).
Sekitar tiga-empat hari sebelum hari ini, di acara lepas-sambut berlokasi di Mapolda, kita semua melihat suasana memintal masa depan Banten dengan 'setting' suasana guyuran hujan deras. Air mengalir adalah tanda/symbol kehidupan bagi masa depan Banten, hujan yang mengguyur ibarat basuhan luka lama yang menganga di belakang, dan suara guntur yang menggelegar mewajibkan kita sepulang ke rumah membuka kitab suci Al Quranul Karim dan mem aknai tanda alam yang telah melintas nyata di depan mata saat memenuhi undangan Kapolda Banten di Mapolda. Sesuai dengan gelegar hunyi guruh di sana, kelihatannya terkait dengan QS Ar Ra'ad (Guruh) Ayat 11 yang berbunyi: "Bagi manusia ada malaikar-malaikat yang selalu mengikutinya hergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaga atas perinlah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubahnya keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. " (Al Quran dan Terjemahannya, 2000). Dan ketika beberapa polisi yang bertugas di belakang panggung menyangga backdrop panggung agar spanduk yang terpasang melekat tak runtuh di saat tiba di acara Pak Kombes Badrodin Haiti Polda yang lama memberikan kesan dan pesan selama bertugas dan mwnyambungkannya dengan Polda baru Kombes Timur Pradopo akan apa-apa tugas lama beliau yang belum tuntas dikerjakan. Di saat itulah sebenamya bagi siapa pun para Kekasih Allah yang berhati peka akan sadar, bahwa Allah SWT sedang 'berbicara' pada kita semua dengan menggunakan berbagai tanda alam yang wajib kita semua maknai cerdas serta bijak.
Kelihatannya tafsir atau makna dari kejadian yang lalu dapat diartikan: Bahwa setelah luka lama terbasuh, setelahnya akan ada seorang pimpinan polisi baru yang datang, lalu kemudian disokong oleh anggota lain di kepolisian, bersama para tokoh masyarakat yang hadir, baik dari Muspida, petinggi teras partai, pengusaha, beberapa calon Gubernur Banten, beberapa mahasiswa, dan teman-teman media, bahwa untuk memiliki 'Baju Kemuliaan' Banten, kita semua tanpa terkecuali wajib bersama-sama memintal dan menenunnya dengan segera. lbarat sekelompok burung Ababil yang turun dari surga saat menolong rumah Allah di Makkah dari serangan Gubernur Abrahah yang datang dengan ratusan tentara gajahnya, rakyat Banten tidak mungkin dapat bekerja sendirian secara sporadis di dalam membereskan Banten tercinta ini. Butuh jalinan pintal-tenun yang solid. Kita wajib bergandengan tangan erat, bahu-membahu secara bersama-sama, persis seperti burung Ababil yang datang berkelompok seperti yang diuraikan di dalam lima ayat pendek QS. Al fill (Gajah).
Sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanyalah permainan, kelalaian, perhiasan dan keberbangga-bangga di antara kita belaka. Berlomba-lomba meperbanyak harta dan anak. Ibarat huian yang menyuburkan dan mengagumkan petani, yang kemudian menjadi kering dan hancur. Di akhirat nanti akan ada azab yang keras, akan tapi juga ada ampunan serta keridaan Allah SWT (QS. Al Hadiid /Besi (57), Ayat 20). Bila dunia kita yang fana ini adalah ibarat tawaran kehidupan serta kesenangan yang menipu belaka, karenanya bila kita semua memintal dan menenun segala asa dan kebaikan positif, dengan mengenyahkan seluruh unsur material negatif seperti antara lain; korupsi dan manipulasi seluruh data di Banten yang selama ini merajai aktifitas di ranah kita tercinta ini. Bila kita benar-benar mendengarkan hati nurani, dan malu ke Sang Khalik, kenapa tidak kita bersegera berlari menuju jalan kebenaran-Nya, saat anda selesai membaca artikel pendek ini dengan mulai memintal-rajut bahasa kebenaran di sekitar tinggal kita? Beram bicara kebenaran, dan bersandar merasa cukup hanya pada. Allah SWT semata.
Kalau di dalam agama Nasrani, juga ada di dalam Al Quran diceritakan Siti Maryam ibunda Nabi Isa. AS sebagai the ultimate sacrifice (orang yang paling tinggi penderitaannya), maka siapapun sekarang ini, demi Banten yang lebih baik di masa depan dapat melakukan sikap yang sama. Kita mulaikan dengan nawaitu, doa dan sedekah dari sumber yang halal dan thoyib, lakukan dengan memulai langkah kanan. Kuatkan tekad hanya ingin menjadi Kekasih-Nya. Banten insya Allah pasti merdeka dari tangan-tangan manusia sejenis Gubernur Abrahah asal Yaman Sclatan. Dengan syarat tentunya bila kita sernua bersedia bersatu atas nama kebenaran dan keadilan. Allahu Akbar, Bersama Kita Merdeka!