Like Water that Flows Constantly (by Marissa Haque Fawzi, 2004)


Reflections on the meaning of life: Marissa Haque
(Amidst the flood that hits Indonesia)

Bintaro, Jakarta, February 21, 2004


Water is the source of life.

It is very flexible and can easily adapt itself to anything.

If its course is blocked by a rock, then it will choose another one and continues flowing down towards its destination.

Water also behaves modesty, because it always flows to a lower place.

If the temperature rises, it evaporates, goes up to the sky and afterwards comes down again on the earth.

Water cleans everything; it floods the rice fields in the dry season; it cleans dust and makes the soil fertile.

According to a story, when the rain falls, thousands of angels come down with it.

But if the rains come down in torrents and continuously, like what is happening in the last few days in Indonesia, then there might be something wrong in the relations between men and water.

Water will become men’s friend if we treat it in s friendly way, but if we don’t do it, it will destroy us.In life, water is an indicator of the quality of men in the eyes of God the Almighty.

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004
FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

Sabtu, 15 Mei 2010

Satu Hari Sebelum Lebaran (dalam Marissa Haque Fawzi)


29 Oktober 2005

Serang, Banten


Ketika beduk bertalu-talu, nada irama suara takbir terdengar sambung menyambung, ada getar tak tertahan menyelimuti aura hati. Timbul pertanyaan dalam hati, “...sudahkah kita lulus dalam ujian menjadi kekasih-Nya?" Per hari ini, masih ada satu hari tersisa sebelum fajar menyingsing, di mana kita kehilangan kesempatan mendapatkan malam seribu bulan. Yah, satu hari sebelum kita semua bersegera menuju tempat sholat Ied berjamaah, di mana pun tempat pilihan kita.

Dikatakan di dalam salah situ hadits bahwa malam lailatul qodar dimungkinkan turun di malam ke dua puluh sembilan berpuasa (di hari-hari ganjil yang dijanjikan). Pada saat itu justru biasanya saat ummat sedang sibuk terjebak dengan seribu satu macam urusan duniawinya - dari persiapan sajian di meja makan sampai dengan busana apa yang esok akan dikenakan.

Lebaran kali ini kita semua fahami bukan sebagai Lebaran tempat luapan ekspresi dengan segala kemewahan duniawi semata. Tekanan harga minyak dunia membuat banyak dari kita yang dulunya telah mulai mengencangkan ikat pinggang harus semakin lagi mengencangkan ikat pinggangnya. Kita semua memang harus tetap sabar dan tak terpancing oleh krisis ekonomi yang sedang melanda. Ada pepatah yang selalu tengiang di telinga saya warisan dari para leluhur: "Jangan pernah sudi menari di atas genderang perang orang lain." Kita tidak sendirian dalam penderitaan kali ini. Tetangga kita di Asean bahkan sebagian besar wilayah negara dunia mengalami krisis yang mirip dengan apa yang kita rasakan sekarang.

Sebenarnya bulan Ramadhan yang suci ini adalah saat yang paling tepat untuk memohon bantuan 'Tangan Allah' melalui arah yang tak terduga, persis seperti cerita Siti Hajar setelah sangat lelah berlari-lari kecil sebanyak enam kali dari bukit Safa ke bukit Marwah, sambil berharap ada kafilah yang lewat yang dapat dimintainya pertolongan. Ketika ia sudah mulai berputus asa di putaran ke tujuh dan benar-benar setelah berusaha mati-matian sembari berharap bantuan dari manusia lain, dan ketika tiada lagi kemampuan yang tersisa, saat itulah keajaiban 'Tangan Allah' turun dari arah yang tak terduga. Dari injakan kaki mungil anak Siti Hajar yang kemudian menjadi kakek buyut dari Rasulullah Muhammad SAW, keluar mata air sumber kehidupan yang tak pernah kering hingga kini — air Zam-zam. Allah senang memberikan kejutan manis bagi ummatnya yang berserah diri total (kaffah) pada.jalanNya. Krisis ekonomi yang melanda ini wajib kita hadapi bersarna. Kuncinya adalah sabar plus kerja cerdas serta berserah diri total pada Allah, wajib kita semua lakukan.

Khusus di Banten, sudah terlihat aura masa depan yang menjanjikan melalui tangan para perempuan masyarakat yang sedikit termarjinalkan. Yaitu di wilayah Mauk, Kabupaten Tangerang, wilayah berdampingan dengan pelabuhan udara Soekarno-Hatta. Kemegahan pelabuhan udara di sana tampak bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat setempat tersebut. Tapi di luar itu saya melihat masa. depan Banten yang lebih cerah melalui mata para perempuan marginal dis ana.

Mendampingi Bapak Khairil PhD, Wakil Dekan IPB (Institut Pertanian Bogor) - beliau adalah Ketua Penguji Bapak RI-1 saat ujian doktoralnya kemarin dulu, saya menyaksikan sendiri hampir seluruh aktivitas masyarakat di sana berkaitan dengan dilaksanakannya program UMKM (Usaha Kecil Mikro dan Menengah)/Micro Credits. Yang merupakan adopsi dari sistem yang dikembangkan o1eh Prof. Mohammad Yunus PhD asal Bangladesh yang saat setelah lulus program Doktoralnya merasakan bahwa sistem ekonomi ala neo-liberal yang dipelajarinya di AS tak terasa cocok untuk dikembangkan di negeri kelahirannya.

Awal berdirinya Grameen Bank ini sendiri sebenarnya lebih ditujukan sebagai Ladies Bank (Banknya Kaum Perempuan), yang ternyata sangat efektif bahkan berkembang besar dan menjadi sistem perbankan normal seperti bank-bank pada umumnya. Di Mauk, Pak Camat, Pak Lurah, Civitas Academica IPB dan seluruh partisipasi masyarakat ini terlihat sangat sabar serta sigap di dalam pendampingan program yang ternyata telah berjalan selama tiga tahun. Bapak Ismet sang Bupati Kabupaten Tangerang, termasuk yang boleh berbesar hati bahwa dana penjamin yang tadinya sebesar `hanya' dua milyar dalam rupiah, per hari ini telah berkembang pesat menjadi hampir lima milyar dalarn rupiah, berkat kegigihan seluruh stake holder di sana. Transparansi yang terjaga, publikasi dari mulu ke mulut ternyata sama efektifnya dengan siaran TV commercial di televisi bagi masyarakat marginal ini.

Para perempuan memang biasanya secara kodrati sangat takut terkucil secara sosial. Sehingga pembayaran kembali pokok modal yang diberikan bermula dari sebesar dua ratus ribu rupiah kemudian setelah setahun dan setelah dievaluasi konditenya baik, boleh mengajukan tambahan modal dengan jumlah yang lebih banyak. Kredit ini tanpa agunan, dengan penjami dana taktis bupati setempat . Saya langsung membayangkan bila Bupati Tangerang, tempat di mana saya bertempat tinggaldi Banten ini mampu dan berhasil sampai hari ini tanpa carat, kenapa tidak juga diterapkan di lima wilayah Banten lainnya? Saya telah mulai mengetuk hati beberapa Bupati yang saya temui saat kunjungan kerja Komisi VIII DPR-Rl yang lalu, salah satunya adalah Bapak Jayabaya, Bupati Lebak. Beliau terlihat antusiastik, dan berencana untuk memulainya di awal tahun depan. Saat kita sadari bahwa kita bangsa Indonesia tidak sendirian di dalam menghadapi krisis ekonomi di dunia ini, maka tiada kata lain selain, mengetuk hati kita semua warga Banten tercinta untuk membulatkan tekad secara bersama-sama, seluruh komponen bangsa melampaui perbedaan agama, ras, dan gender, untuk bersama-sama bersegera membangun ekonomi bangsa, melalui usaha micro credits ini untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Kalau bangsa di Bangladesh yang kondisinya lebih parah dari Indonesia mampu menanggulangi permasalahannya melalui sistem ini, kenapa bangsa Indonesia yang kondisinya secara umum masih jauh di atas mereka tidak bisa? Mumpung masih ada satu hari yang tersisa di bulan suci Rarnadhan ini, mari kita tengadahkan tangan menuju langit mohon petunjuk di dalam menjemput rizki yang memang sebnarnya telah disediakan oleh Allah SWT untuk kita. Kita mulai hari-hari kerja kita dengan hati bersih saat usai libur lebaran dan masuk ke suasana penat hari-hari kerja kita selama ini. Mari kita mulai untuk membiasakan diri bekerja cerdas, dan fokus. Harus yakin bahwa kita mampu – dengan seizin Allah SWT tentunya. Allahu Akbar, Merdeka!

Entri Populer