Like Water that Flows Constantly (by Marissa Haque Fawzi, 2004)


Reflections on the meaning of life: Marissa Haque
(Amidst the flood that hits Indonesia)

Bintaro, Jakarta, February 21, 2004


Water is the source of life.

It is very flexible and can easily adapt itself to anything.

If its course is blocked by a rock, then it will choose another one and continues flowing down towards its destination.

Water also behaves modesty, because it always flows to a lower place.

If the temperature rises, it evaporates, goes up to the sky and afterwards comes down again on the earth.

Water cleans everything; it floods the rice fields in the dry season; it cleans dust and makes the soil fertile.

According to a story, when the rain falls, thousands of angels come down with it.

But if the rains come down in torrents and continuously, like what is happening in the last few days in Indonesia, then there might be something wrong in the relations between men and water.

Water will become men’s friend if we treat it in s friendly way, but if we don’t do it, it will destroy us.In life, water is an indicator of the quality of men in the eyes of God the Almighty.

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004
FLowing Like Water (Marissa Haque Fawzi) Amids a Mild Snow in Athens, Ohio, USA, 2004

Sabtu, 15 Mei 2010

Menjadi Burung Ababil: Marissa Haque Fawzi (20 November 2005)

Radar Banten 20 November 2005



Radar Banten, 20 November 2005

Kala saat mengaji tak sekedar mengucapkan kata, ketika setiap lantun ayat menoreh sebalut rasa perih di dada, andai AI Qur'an Surat Al Fiil ayat 1-5 benar-benar dihayati kemudian dijalani oleh para pemberi keputusan serta mengajak seluruh masyarakat di Banten, rasanya pertolongan Allah akan turun dalam kurun waktu yang tak lama lagi. QS. Al Fiil (Gajah), adalah Surat ke 105 di dalam juz ke 30 yang diturunkan di Madinah, pendek saja hanya total lima ayat. Tapi berisi filosofi yang luar biasa terlebih khususnya saat kita merenungi nasib Banten kita tercinta di kurun limat tahunan menjadi provinsi baru ini.

Pertemuan kekeluargaan yang sangat akrab bersama Komandan Kopasus Kota Serang Bapak Teddy Laksamana beserta Ibu Reny istrinya, memaksa saya untuk membuka kembali kitab suci Al Quran beserta terjemahannya. Melakukan kontemplasi dalam untuk benar-benar memaknai bahasa methaporical yang luar biasa tinggi di dalam. kitab suci kita ini. Di dalam Al Quran dan Terjemahannya (Transliterasi Model Kanan Kiri. Assalaman. Semarang: 2000), dikatakan: Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu lelah bertindak terhadap tentara gajah? 2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka untuk menghancurkan Ka'bah itu sia-sia? 3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. 4. Melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah yang terbakar. 5. Lalu menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Yang dimaksud dengan tentara bergajah adalah tentara yang dipimpin oleh Abarahah Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan Ka'bah. Sebelum masuk ke kota Mekah, tentara tersebut diserang sekelompok burung surgawi yang melemparinya dengan batu¬-batu kecil berapi yang banyak sehingga menusnahkan pasukan tersebut.

Sebelumnya saya bertanya lebih jauh di saat pertemuan tersebut di atas, terbiasa berekspresi jujur, saya mengugkapkan langsung kekaguman saya kepada kehalusan budi Pak Teddy. Juga mengenai betapa luar biasanya beliau sebagai seorang Komandan Kopasus – yang biasanya berkesan luar `angker' dan sangat dekat dengan gerakan 'malam adalah gelap' itu – terhadap hal-hal yang biasanya hanya dapat ditangkap oleh hanya para hamba Allah yang bermata hati bening saja.

Tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan sederhana saya, Pak Teddy mengeluarkan photocopy dari sepenggal puisi yang dibuat bersama oleh Neno Warisman dan Miing Bagito dan pernah, disampailkan setahun yang lalu pada acara HUT Kopasus di Kota Serang. Alhamdulillah, langkah para sahabat lama saya, para pekerja seni Kekasih Allah ini, telah terlebih dahulu singgah di hati Pak Teddy dan keluarganya di tanah Banten. Puisi mereka selain indah juga memberikan penguatan, pencerahan hati terhadap rasa frustrasi yang seakan tak kunjung selesai bagi hamba Allah lainnya yangmerindukan masa depan Banten yang lebih mempunyai harap dan martabat. Andai saja kita seluruh warga Banten mampu mengetuk hati masing-masing serta membayangkan akan hadir di hadapan Allah menjadi Kekasih-Nya, maukah kita menjadi satu dari seribu burung Ababil Allah untuk membereskan Banten tercinta ini?

Burung Ababil terbang dan berkelompok, ia tidak sendirian! Mereka adalah sebuah methapor yang menunjukkan bahwa satu orang manusia saja tidak akan pernah mampu mengubah Banten. Negeri Banten butuh sepuluh, seratus, seribu, bahkan sejuta orang berhati haik, bersih serta lurus lulus untuk mengenydiwilhkan kezholiman di wilayah ini. Kehidupan material spiritual masyarakat di Banten scdang sakit akut. Pengobatan alternatif sangatlah dibutuhkan bagi perilaku korup yang sudah berurat akar terjadi dihampir setiap lini birokrasi pemerintahan. Di Jakarta, pemerintahan pusat telah mulai menggalakkan kebhinekaan institusi yang mengerucut menjadi tunggal, yang diarahkan kepada masalah korupsi. Salah satu indikator terpentingnya adalah terungkapnya sindikat peradilan di tubuh Mahkamah Agung. Penangkapan dan pemeriksaan lima pegawai MA meyakinkan bahwa aroma penyuapan yang tercium selama ini mulai terkuak membentuk bukti. Sebelumnya, di televisi rakyat menonton persembahan acara beberapa dosen dan guru besar terkenal dari universitas ternama Jakarta ditangkap dan diadili atas tuduhan korupsi dana KPU. Tanpa disadari dari sana terjadi sebuah dampak psikologis yang tidak menggembirakan, yang semakinn lama semakin nyata ketika kita sernua melihat bahwa para koruptor dapat tersenyum lepas tanpa beban didepan publik dengan rasa malu yang seakan telah terkebiri! Saya pribadi masih merasa sangat khawatir bila daya tarikan magnetic budaya korup membuat banyak warga Indonesia secara kesuluruhan merasa pesimis akan terbentuknya budaya good governance. Tak terkecuali di Banten.

Bersyukur hari ini saya berhasil menyelesaikan bacaan dari sebuah buku pengantar filsafat ringan untuk persiapan sebuah seminar semi ilmiah tenting "Pengaruh Budaya Pemikiran Nicollo Machiavelli pada Peta Perpolitikan Indonesia" di Surabaya. Sehingga langsung mendapatkan ‘Aha moment’ bagi perbandingan cara pandang para pengikut ajaran Machiavelli (Machiavelians) dan kaum spiritualis – apapun agamanya. Sehingga kurang lebihnya saya mampu membuat peta hati nurani pada masyarakat di Banten ini. Machiavelli mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia itu berpontensi buruk, apapun pasti akan dilakukan sejauh dapat mengantarkan kepada keberhasilan material. Bahkan sebagian dari kita tentunya tidak asing lagi dengan istilah dalam baliasa Latin homo homini lupus (manusia adalah serigala terhadap manusia lainnya). Berbeda dengan penjelasan dalam kitab suci Al Quranul Karim, dikatakan manusia sebenarnya berpotensi baik. Bilamana mereka sedang menjadi orang jahat, sebenarnya `hanya' karena mereka sedang tidak tabu atau lalai. Tercekat rasanya kerongkongan ini. Ya Allah, alangkah indahnya berislam. Alhamdulillah besar rasa yakin bahwa pada dasarnya setiap manusia itu cinta ilahi. Kebutuhan transendental adalah kebutuhan yang tak terelakkan bagi semua hamba Allah di muka bumi ini – cepat atau lambat datangnya. Memang banyak yang cepat mendapatkan pencerahan, tapi tak kurang yang tertatih-tatih sampai tua masih mencari jalan agar selmnal di dunia maupun di akhirat.

Allahu Akbar! Ketika saya menyaksikan di banyak kesempatan bahwa pada dasarnya setiap manusia normal tak dapat meninggalkan suara hati terkait dengan pengenalan perilaku baik-buruk. Erich Fromm membagi suara hati menjadi dua bagian -- suara hati otoriter dan suara hati humanistik. Mereka yang bersuara hati humanistik melakukan perbuatan baik murni karena dorongan pribadi. Biasanya semboyan yang mereka pakai adalah 'saya melakukan apa yang seharusnya memang wajib ddilakukan.' Akan tetapi mereka yang memiliki suara hati otoriter terpaksa berbuat baik karcna tekanan/desakan dari luar. Dan kelihatannya desakan dari luar ini memang wajib kita bersama lakukan untuk menekan mereka para pembuat/pengambil keputusan yang hanya berpikir menebalkan kantong pribadi mereka.

Pada dasarnya suara hati masyarakat di dunia banyak yang otoriter termasuk juga di Indonesia dan di Banten. Karenanya untuk unsur desakan dari luar ala Erich Fromm tadi, kita wajib menyambut positif dibentuknya KPK/Komisi Pemberantasan Korupsi yang diketuai oleh Kang Ruki/Bapak Taufikurahman (panggilan akrab suami saya terhadap beliau yang ternyata masih mempunyai hubungan tali kekerabatan di Banten). KPK menjadi penting, karena pengawasan berkorelasi kuat dengan pembentukan pemerintahan yang bersih. Termasuk juga Integrity Award yang belum lama ini diberikan kepada Khairiansyah Salman dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang mempunyai aura kuat bagi role model spirit besar masa depan dalam upaya pemberantasan korupsi yang lebih progresif di Indonesia secara umum dan Banten pada khususnya. Tidak ada solusi yang benar-benar 'tokcer' seribu persen pasti berhasil cepat dalam pemberantasan korupsi ini. Ada sebuah pendekatan gaya Behavioristics popular dengan pemberian contoh (modeling) melalui shock therapy yang menekankan pada pola hukuman rewards (ganjaran) and punishments (hukuman). Sehingga manusia akan menghindari aksi yang berakibatkan hukuman dan hanya menjalankan segala sesuatu yang hanya berdasarkan aturan hukum positif yang berlaku. Tapi pendekatan Behavioristics yang diimpor dari Amerika Serikat ini di banyak tempat dibelahan dunia tidaklah juga benar-benar mampu rnemangkas masalah korupsi sampai ke akar-akarnya. Kebanyakan baru sebatas rnemangkas pohon pisang besar, tapi tak lama anak-anak pisang bermunculan kembali di permukaan.

Karena itu upaya pencegahan sangatlah juga penting untuk dilakukan. Di AS tradisi spiritual antarlintas agama mulai dilaksanakan, mereka menamai ilmu tersebut sebagai Psychology Transpersonal. Di dalam ilmu ini, dimensi bawah sadar yang dipahami sebagai praktek terapi alam bawah sadar rintisan Sigmund Freud membuka salah satu jalan bagi terapi problema korupsi dapat diterapkan untuk tanah Banten. Freud menekankan, bahwa keberhasilan terapi tidak berhenti pada hanya sekedar tabu belaka, akan tetapi sebuah ekspresi yang wajib mampu ditransfer ke dalam sebuah aksi sosial! Dikaitkan dengan masalah korupsi di Banten ini, menurut Freud tak cukup kita hanya sekedar tabu bahwa korupsi di Banten itu buruk, tapi haruslah sampai pada ekspresi muak terhadap korupsi (Yohanis F LA Kahija, Kompas Oktober 2005).

Pemberdayaan dunia bawah sadar mampu menciptakan aneka perubahan penting dalam perilaku manusia. Bila benar bahwa corak masyarakat di Banten bersifat asketis, maka pendekatan sejenis ini tidaklah sulit diterapkan. Jalan yang sebenarnya kita tempuh adalah menyadarkan (awarness) atau memperluas dimensi sadar mengenai pengethuan korupsi beserta seluruh implikasinya ke dimensi bawah sadar (gudang ingatan bawah sadar dan pengalaman korupsi) menuju dimensi spiritual (kesadaran pribadi yang penuh akan keburukan korupsi). Maka sangat baik bagi kita semua saat kita mengaji di rumah atau sedang sholat sholat lima waktu bahwa kita memiliki QS Al- Fiil yang sangat pendek tapi memiliki esensi dalam bagi pengikisan budaya korupsi dari kehidupan kita dan keluarga di rumah. Ajaklah mereka semua untuk menjadi satu dari seribu burung Ababil Allah yang kini wajib bersegera menyelamatkan Banten dari tangan¬-tangan manusia sejenis Abrahah Gubernur Yaman saat itu. Mari kita lindungi bersama Banten kita tercinta ini. Jadillah burung Ababil Allah...

Allahu Akbar, Merdeka!

Entri Populer